bakabar.com, BANJARMASIN – Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) Kalimantan Selatan (Kalsel) tetap ngotot memperjuangkan hak buruh dari UU Cipta Kerja (Ciptaker).
Pasalnya, mereka menilai UU Ciptaker makin mencekik para buruh.
Ketua FSPMI Kalsel, Yoeyoen Indharto, mengatakan hak buruh makin teramputasi dengan aturan tersebut.
"Minimal batalkan UU Cipta Kerja Nomor 11 tahun 2020 dan atau keluarkan klaster ketenagakerjaan dari UU cipta kerja," kata Yoeyoen ditemui saat peringatan HUT FSPMI Ke-22 di sekretariatnya, Jalan Sutoyo S Banjarmasin, Sabtu (6/2) sore.
Di antara yang dianggap terjadi kesenjangan itu soal pesangon dan alih daya.
Ia mengibaratkan, buruh yang bekerja maksimal 24 tahun masa kerja, hanya mendapat 19 kali upah pesangon dan 6 kali sisanya masih diproses oleh BPJS Tenaga Kerja yang sampai saat ini aturanya belum jelas.
Kemudian soal alih daya, dulu hanya ada beberapa pekerjaan yang dapat dilakukan sistem seperti itu. Namun, sekarang, semua sektor dapat alih daya hal itu berdampak pada status hubungan kerja yang tidak jelas.
“Hal itu, pada kemudian akan mempengaruhi masa kerja pesangon dan penerimaan pada jaminan sosial masing-masing buruh,” ujar Yoeyoen.
Yoeyoen menambahkan, FSPMI sudah melewati perjuangan 20 tahun pertama, selanjutnya pihaknya akan berperan aktif mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Tahun ini, sebutnya, FSPMI juga mengawal dengan advokasi dan pembelaan dengan anggota yang berjibaku dengan permasalahan ketenagakerjaan.
“Saat ini ada 5 perusahaan yang sedang kami kawal untuk memberikan hak para buruh,” pungkasnya.