bakabar.com, Magelang - Ratusan pemanah tradisional dari berbagai daerah mengikuti Festival Jemparingan Borobudur.
Kegiatan yang digelar di Balkondes Ngadiharjo, Minggu (11/10) tersebut juga didukung oleh puluhan komunitas Jemparingan serta Pemerintah Provinsi Jawa Tengah (Pemprov Jateng).
Ketua Penyelenggara Festival Jemparingan Borobudur, Mohammad Fauzan Nugroho menuturkan, acara tersebut juga menjadi daya tarik wisata dan dihadiri turis asing dari Prancis, Jerman dan Belgia.
"Mereka juga diajarkan untuk mencoba ikut memanah, karena jemparingan ini olahraga sekaligus seni khas Indonesia khususnya Jawa Tengah," kata Mohammad Fauzan, Minggu (11/10).
Pelatih sekaligus pemain senior yang akrab disapa Ozen itu menuturkan, keunikan jemparingan yang membedakan dengan teknik di daerah lain adalah memanah dengan cara duduk.
Baca Juga: Tari Kinnara Kinnari, Karya Seni yang diadaptasi dari Relief Candi Borobudur
Selain itu, ketepatan pemain jemparingan dilihat dari keberhasilannya menembakkan busur panah ke tengah-tengah pancang.
"Kalau kena titik warna merah, pemain mendapat skor 3, putih 2, dan kalau meleset 0," ujarnya.
Olahraga dan kesenian jemparingan juga tidak mengenal juara namun menyebutnya dengan 'titis'.
Sebagai informasi, titis dalam Bahasa Jawa memiliki makna lurus dan tepat sasaran.
"Acara ini mengambil 10 titis dengan masing-masing mendapat hadiah uang pembinaan," katanya.
Olahraga jemparingan juga tergolong kesenian tradisional lawas yang sudah ada sejak jaman Kerajaan Mataram.
Baca Juga: Gelaran Borobudur International Art Festival, 24 Seniman Ikut Serta
"Maka, ada yang menyebutnya jemparingan Gaya Mataraman, pakaiannya juga menggunakan adat jawa," imbuhnya.
Ia berharap, Festival Jemparingan bisa menjadi sarana untuk melestarikan olahraga dan kebudayaan Jawa klasik, agar tidak punah di telan modernisasi.
Sementara itu, pengunjung asal Prancis, Heidi yang turut mencoba mengikuti jemparingan mengaku sangat tertarik dan senang bisa ikut acara tersebut.
"Kalau di negara saya, memanah itu berdiri, dan tidak menggunakan pakaian adat, ini sangat unik," kata dia.
Heidi yang singgah di kawasan Borobudur selama hampir 1 minggu menuturkan, dirinya terkesan dengan berbagai kesenian dan ragam budaya Indonesia yang memiliki kekhasannya masing-masing.
"Borobudur membuat saya terkagum-kagum, namun saat melihat jathilan, belajar membuat gerabah, sampai memanah dengan adat Jawa ini, sungguh membuat saya takjub," pungkasnya.