Oleh Halimatus Sadiah
Belajar Dari Rumah (BDR) di masa pandemi erat kaitannya dengan emak-emak. Apalagi jika emak-emak itu juga berprofesi sebagai guru.
Pada masa pandemi, emak harus kerja dobel; menjadi guru untuk mengajar anak sendiri sekaligus membimbing siswanya. Itu belum ditambah dengan kerjaan rumah tangga yang super berat dan tak ada habis-habisnya. Semua membuat emak-emak gelisah merajalela.
Kekhawatiran itu makin bertambah berkali-kali lipat jika anak kita masih belum bisa beraktivitas secara mandiri. Bapak-bapak di luar sana mungkin menganggap sikap kami, para emak-emak ini lebay. Tapi begitulah naluri para wanita. Semuanya serba menggunakan hati dan perasaan.
Ada banyak tantangan yang dihadapi emak-emak yang berprofesi sebagai guru selama pandemi yang sudah berlangsung kurang lebih delapan bulan. Selain berpotensi membuat darah tinggi karena banyaknya persoalan yang harus dihadapi, kami juga harus memastikan tercapainya tujuan utama dalam belajar.
Kami harus tetap membuat kondisi psikologis anak tetap stabil agar mereka bisa belajar dengan baik di rumah. Kemudian, kami harus mencari materi yang cocok disampaikan saat belajar dari rumah. Ini memang bukan perkara mudah. Meskipun Mbah Google barangkali bisa membantu anak-anak kita dalam belajar dan mencari informasi, tapi peran guru tetap penting.
Anak-anak kita tetap harus didampingi, sebab tanpa pendampingan orang tua, kita tentu mengkhawatirkan anak-anak akan menerima informasi yang salah. Atau bisa saja mereka menelan begitu saja informasi yang ada di Google, sementara kita sendiri tahu bahwa tidak semua informasi yang tersedia di mesin pencari bisa dipercaya.
Anak-anak tidak hanya perlu kepintaran kognitif. Moral dan spiritual mereka juga perlu mendapat bimbingan. Jangan sampai pada masa adaptasi kebiasaan baru nanti, saat pelajaran tatap wajah sudah mulai diterapkan, anak-anak kita justru lebih pandai bermain Tik-Tok, menjadi gamer, atau malah sudah menjadi hacker. Semoga tidak!
Agar tidak terjadi penyimpangan, kita sebagai guru tentu harus memiliki siasat. Jadi, bukan hanya politisi saja yang perlu siasat untuk mendapatkan kekuasaan. Siasat itu harus dimulai dari sekolah. Kebijakan sekolah jangan terlalu membebani orang tua dan anak.
Kebijakan itu harus disesuaikan dengan kondisi dan situasi sekolah itu sendiri.
Misalnya, sekolah menyediakan fasilitas yang dapat menunjang proses belajar siswa dengan meminjamkan gawai atau memberikan kuota gratis kepada siswa. Pemberian itu harus selektif agar tepat sasaran. Bantuan hanya diberikan kepada pelajar yang membutuhkan. Kalau pun tidak mampu memberikan bantuan itu, setidaknya pihak sekolah tidak menambah beban para siswa yang tidak mampu.
Kita tentu mengharapkan agar situasi kembali normal. Namun, harus disadari masa pandemi ini juga memberikan banyak pelajaran kepada kita semua. Para guru mau tidak mau harus mempelajari cara menggunakan aplikasi seperti Zoom, Google Meet, atau Google Classroom. Ada banyak hikmah yang terjadi selama Covid-19 melanda dunia.
Untuk para emak-emak, teruslah berjuang. Ingatlah pernyataan "Al-Ummu madrasah Al-ula" yang artinya ibu adalah sekolah pertama bagi anak-anaknya. Dan Covid-19 telah berhasil membuat banyak emak-emak menjadi robot canggih di masa pandemi.
*
Penulis adalah Guru SMPN 2 Batulicin