Mencari Polisi Baik

[EDITORIAL] Mencari Polisi yang Baik

TANTANGAN terbesar Polri saat ini ada di lingkup internalnya sendiri. Sejumlah skandal mencoreng muruah Korps Bhayangkara yang kini menginjak usia ke-77 tahun.

Featured-Image
Kolase 'Mencari polisi baik'. apahabar.com/Ruli Irfanto

TANTANGAN terbesar Polri saat ini ada di lingkup internalnya sendiri. Sejumlah skandal mencoreng muruah Korps Bhayangkara yang kini sudah berusia 77 tahun.

Masih terekam segar dalam ingatan, medio Januari 2021, seorang polisi memerkosa mahasiswi magang Polresta Banjarmasin asal Universitas Lambung Mangkurat. Di sebuah hotel, mahasiswa itu dicekoki minuman keras lalu diperkosa. Polisi amoral itu bernama Bayu Tamtomo

Mei 2022, penangkapan seorang crazy rich muda di Tarakan atas kepemilikan bisnis tambang emas ilegal tak kalah menyentak perhatian publik. Polisi kaya raya itu berpangkat brigadir satu bernama Hasbudi.

Meletusnya peristiwa penembakan Duren Tiga yang menyeret keterlibatan Kadiv Propam Irjen Ferdy Sambo, 8 Juli 2022, lalu semakin menambah coreng institusi Polri.

Baca Juga: Benny Susetyo Kasih Skor 7 untuk Polri: Jangan Seperti 'Hantu'

Penangkapan Sambo perlahan juga membuka borok internal Polri di bawah kepemimpinan Listyo Sigit. Seorang anggota intelijen Polresta Samarinda, Ismail Bolong mendadak muncul. Pengakuannya bikin publik geleng-geleng kepala.

Bagaimana tidak, Bolong mengaku telah menyetor Rp6 miliar kepada Komjen Agus Andrianto. Duit sebanyak itu mengalir diduga sebagai uang tutup mulut atas aksi penambangan gelapnya di Kalimantan Timur.

Tak hanya Agus, turut menyeret keterlibatan perwira tinggi lainnya, Irjen Pol Herry Nahak. Menariknya, kapolda Kaltim itu malah mendapat promosi sebagai kepala sekolah di sekolah perwira Polri.

Baca Juga: [CEK FAKTA] Ada Luka di Tubuh Polri...

Agus kini menjadi sosok sentral di tubuh kepolisian dengan menduduki jabatan wakapolri. Sedang kasus Bolong masih terkatung-katung sampai saat ini.

Sebelum Bolong muncul, Polri juga dirundung isu pelanggaran HAM. Pecahnya kerusuhan di Stadion Kanjuruhan akibat tembakan gas air mata kepolisian menewaskan sebanyak 135 orang.

Hut Bhayangkara Polri
20 kasus kejahatan yang paling menonjol sepanjang periode 2021-2021 di lingkup internal kepolisian. Infografis: bakabar.com/Ruli Irfanto 

Sidang kasus tersebut berakhir antiklimaks. Polisi menjatuhkan hukuman lebih rendah terhadap ketua Panpel Arema FC, dan membebaskan sejumlah anggota kepolisian yang terlibat.

Kemudian lesatan peluru yang menewaskan Brigadir J atau Nofriansyah Yosua Hutabarat juga menepuk efek domino untuk membuka tabir misteri sisi gelap gelagat Irjen Sambo.

Bahkan menjelang vonis, isu gerilya para jenderal loyalis Sambo kala di Satgasus Merah Putih terendus. Diduga untuk mengamankan agar hakim tak memvonis mati jenderal bintang dua itu. Gerak senyap tersebut nyaris berhasil. Buktinya, jaksa meloloskan Sambo dari jerat tuntutan vonis mati -- meski pada akhirnya hakim menjatuhkan yang lebih berat; hukuman mati.

Baca Juga: Langkah Kecil Si Anak Petani Kotabaru: Sepatu Usang Berbuah Kapolsek 

Seakan tak cukup. Medio Oktober 2022, Jenderal Teddy Minahasa kemudian muncul dengan skandalnya memalsukan barang bukti sabu. Total barang bukti yang digelapkannya tak main-main; mencapai 5 kilogram. Empat polisi juga terseret perkara ini.

Tak hanya yang mengenakan seragam. Anggota Polri yang dikaryakan di institusi lain semisal KPK juga berlaku lancung. AKP Stepanus Robin Pattuju dijatuhi hukuman 11 tahun penjara. Ia terbukti menerima suap Rp11,5 miliar dari wali kota Tanjung Balai.

Kendala psikologis di kepolisian tentu tak bisa diabaikan. Agak pesimis melihat kultur di tubuh Polri saat ini jika kultur abang-adik asuh terlampau mengakar kuat. Sebagai contoh, Sigit yang kalah senior malah mempromosikan Herry Nahak setelah Ismail Bolong mencuat.

Contoh lainnya, sebanyak 97 anggota kepolisian terlibat dalam perintangan penyidikan kasus Sambo. Lemahnya penegakan hukum di internal mungkin juga imbas dari kaderisasi yang mandek di Polri. Atau ketika kapolri yang dipilih presiden terlampau muda.

Tentu, tak instan mengubah kultur di kepolisian. Memakan waktu panjang. Bisa memakan 25 tahun lamanya. Itupun harus dilakukan dari sekarang.

Hal yang paling bisa dilakukan oleh Polri sekarang tentu saja menegakkan hukum di internal sendiri. Tak boleh lagi ada istilah jeruk makan jeruk. Dalam kasus Bolong, misalnya, KPK atau Kejaksaan-lah yang harus turun tangan. Bolong adalah bekas anggota kepolisian, terlebih kasusnya menyeret nama dua perwira tinggi. 

Teori sapu kotor berlaku di sini. Dengan banyaknya sapu yang kotor, apa yang bisa kita harap dari kepolisian? Reformasi di tubuh kepolisian mendesak dilakukan setelah peristiwa Duren Tiga, Tragedi Kanjuruhan dan skandal Teddy Minahasa.

1 Juli, bertepatan dengan HUT ke-77 Polri, kami menyajikan fokus liputan bertajuk 'Mencari polisi baik'. Kami meyakini bahwa masih banyak polisi baik di luar sana. Yang mendedikasikan segenap waktu, pikiran dan tenaganya hanya untuk publik. Selamat membaca!

Editor


Komentar
Banner
Banner