Korupsi Lahan Disporapar HSS

Dugaan Korupsi Lahan Disporapar HSS Masuk Tahap II, Kajari: Kerugian Negara Lebih Rp800 Juta

Korupsi lahan pengadaan tanah aset daerah tindak pidana dugaan korupsi lahan pengadaan tanah aset daerah diDisporapar HSS tahun anggaran 2020.

bakabar.com, KANDANGAN - Kasus tindak pidana dugaan korupsi lahan pengadaan tanah aset daerah di Dinas Pemuda Olahraga dan Pariwisata Kabupaten Hulu Sungai Selatan (Disporapar HSS) tahun anggaran 2020 atas nama MZ dan (EH) telah masuk ke tahap II.

Hal tersebut disampaikan Kepala Kejaksaan Negeri HSS, Nul Albar dalam pers rilis di Command Center Kantor Kejaksaan Negeri HSS.

"Hari Senin (6/2) kemarin telah diadakan tahap II perkara tindak pidana korupsi pengadaan tanah aset daerah," ucapnya.

Kedua orang tersebut merupakan aparatur sipil negara atau ASN di Disporapar HSS da merupakan (PPTK) dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK).

Baca Juga: Terpidana Korupsi Dana Hibah KONI Tabalong 2017 Serahkan Uang Denda Puluhan Juta

Mereka disangkakan melanggar Pasal 2 Ayat (1) Jo Pasal 3 Jo Pasal 11 Jo Pasal 12 Huruf a Jo Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 Jo Pasal 55 Ayat (1) Jo Pasal 64 Ayat (1) Kitab UU Hukum Pidana.

"Akibat perbuatannya, negara mengalami kerugian sebesar Rp 818.475.526,85," jelas Nul Albar.

Kejaksaan Negeri HSS juga telah mengadakan serah terima pengembalian uang kerugian negara yang telah dihitung oleh Bank BRI Cabang Kandangan Kabupaten HSS.

"Pengembalian kerugian totalnya sebesar Rp 576.069.886," pungkasnya.

Baca Juga: Diduga Korupsi Pengadaan Tanah Bendungan Tapin, Kades Pipik Jaya Ditahan

Sebelumnya diberitakan beberapa waktu lewat, EH menyambangi Kantor Satreskrim Polres HSS didampingi dua orang pengacaranya pada Selasa (6/9) lalu.

Berdasarkan keterangan EH, pihaknya datang setelah sebelumnya pada Agustus 2021 sampai dengan Agustus 2022 diperiksa memberikan keterangan Berita Acara Pemeriksaan (BAP).

"Tanggal 31 Agustus 2022 ditetapkan tersangka disusul surat pemberitahuan dari polisi," tutur EH saat itu.

Menurutnya, pihaknya tidak mengetahui terkait adanya kasus dugaan korupsi. Pasalnya, dia hanya sebagai Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) atau melaksanakan pekerjaan sesuai arahan dari pimpinan Disporapar HSS.

Mengenai pembelian tanah, sebelumnya objek tanah tersebut sudah dinilai oleh apraisal (pihak ketiga) yang berkompeten untuk mengkonfirmasi status sampai dengan harga tanah tersebut yang menjadi acuan oleh pemerintah daerah.

Hal tersebut dimaksudkan untuk mengambil keputusan terkait legalitas dan kewajaran dari harga tanah tersebut sebagaimana ketentuan yang berlaku.

"Secara teknis, kita bekerja sudah seusai peraturan dan atas petunjuk pimpinan," tegasnya.

Apalagi, dalam proses jual beli tanah tersebut sudah diketahui pimpinan. Sesuai struktur organisasi pemerintahan bahwa Kepala Dinas yang mengetahui, menyetujui, dan keputusan atas pengeluaran anggaran.

Pihaknya tak pernah menyangka bakal jadi tersangka, alasannya lantaran EH hanya bekerja sebagai pelaksana teknis berdasarkan perintah dan arahan dari pimpinan.

Iya pun meminta agar proses hukum yang berjalan benar-benar sesuai berdasarkan Undang-undang yang berlaku di Indonesia.

"Saya minta keadilan yang seadil-adilnya, karena saya hanya menjalankan perintah atasan," pungkasnya.

Diketahui, permasalahan jual beli tanah di RT 2, RW 1 Desa Hulu Banyu, Kecamatan Loksado tersebut sebelumnya pernah disidangkan pada Pengadilan Negeri (PN) Kandangan dalam gugatan yang diajukan pemerintah daerah kepada pemilik tanah.

Dalam gugatan yang diajukan pemerintah daerah tersebut, ternyata tanah yang dijual statusnya masuk dalam kawasan hutan lindung.

Sedangkan putusan PN Kandangan Nomor 1/Pdt.G/2022/PN Kgn sebagai mana yang telah diberitakan, majelis hakim menjatuhkan putusan gugatan tidak dapat diterima atau NO.

Pertimbangannya, pemerintah daerah tidak menunjukkan bukti bahwa tanah yang dibeli berstatus hutan lindung dari instansi berwenang yakni Badan Pertanahan Nasional.

Majelis hakim juga mempertimbangkan bahwa seharusnya gugatan tersebut tidak perlu diajukan karena tanah yang dibeli jika benar-benar berstatus hutan lindung maka bisa dikonversi sebagaimana keterangan pihak notaris saat diperiksa sebagai saksi persidangan.

Pasalnya, tujuan pembelian tanah sesuai dengan tujuan yakni untuk pengembangan wisata alam Objek Wisata Air Panas Tanuhi Loksado.

Editor
Komentar
Banner
Banner