Berita Hulu Sungai Tengah

DPRD HST Desak Penuntasan Kejanggalan Penggunaan Anggaran di Dinsos dan Dinkes

DPRD Hulu Sungai Tengah (HST) melalui panitia khusus, mendesak aparat penegak hukum segera menuntaskan dugaan kejanggalan penggunaan anggaran

Featured-Image
Pansus DPRD HST yang diketuai Yazid Fahmi bersama para anggota.

bakabar.com, BARABAI – DPRD Hulu Sungai Tengah (HST) melalui panitia khusus, mendesak aparat penegak hukum segera menuntaskan dugaan kejanggalan penggunaan anggaran di Dinas Sosial (Dinsos) dan Dinas Kesehatan  (Dinkes) setempat.

Anggaran yang dimaksud adalah honor untuk kader dan pendamping penurunan stunting. Dinkes mendapat anggaran sebesar Rp575 juta, sedangkan anggaran di Dinsos belum diketahui.

Adapun kasus tersebut ditangani dua aparat hukum berbeda. Dugaan kejanggalan di Dinsos ditangani Kejaksaan Negeri (Kejari) HST, sedangkan Polres HST kebagian menangani Dinkes.

"Kami berharap aparat penegak hukum yang menangani kedua kasus tersebut, segera melakukan ekspose perkara," tegas Ketua Pansus DPRD HST, Yazid Fahmi,  Sabtu (12/8).  

Diketahui Kejari HST menyatakan dugaan penyelewengan di Dinsos sudah ditingkatkan dari penyelidikan ke penyidikan. Namun demikian, sampai sekarang belum dilakukan penetapan tersangka.

"Kalau dinaikkan ke penyidikan itu, berarti dua alat bukti sudah terpenuhi. Namun kenapa sampai sekarang belum dilakukan penetapan tersangka?" tanya Yazid Fahmi.

"Kami dari pansus di DPRD telah banyak menerima masukan dari masyarakat yang mengira telah terjadi indikasi tertentu," tukasnya.

Pembentukan pansus oleh DPRD HST tersebut bertujuan untuk menindaklanjuti temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), terkait penggunaan anggaran di Dinsos dan Dinkes setempat.

Diinisiasi oleh Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) HST, kedua SKPD tersebut diamanahi melakukan aksi percepatan penanganan stunting ke desa-desa. Namun kegiatan ini tidak termasuk dalam perencanaan kegiatan.

Diduga perekrutan tenaga kader pendamping penurunan stuting oleh kedua SKDP itu dilakukan secara fiktif. Hal tersebut dibuktikan dengan fotokopi yang diambil tanpa sepengetahuan si pemilik.

Pun perekrutan kader dan pendamping yang berjumlah 531 orang tersebut, juga dinilai tidak memenuhi syarat-syarat urgensi.

"Perbuatan mengambil fotokopi KTP tanpa sepengetahuan itu bisa dikatagorikan pelanggaran, karena menggunakan administrasi negara yang bersifat pribadi dimanfaatkan kepentingan tertentu," tegas Yazid.

"Kami menegaskan bahwa kalau sampai akhir Agustus 2023 belum jelas juga, pansus akan berkunjung ke Mabes Polri dan Kejagung RI," pungkasnya.

Editor


Komentar
Banner
Banner