Kekerasan Aparat

DPR Desak Pemerintah Tak Abaikan Hak Warga Pulau Rempang

Anggota Komisi II DPR RI, Riyanta meminta negara tak mengabaikan hak warga Pulau Rempang yang menolak kawasan ekonomi baru Rempang Eco City. 

Featured-Image
Sejumlah warga terlibat aksi saling dorong saat berunjuk rasa terkait rencana pengembangan Pulau Rempang dan Galang menjadi kawasan ekonomi baru di Kantor Badan Pengusahaan (BP) Batam, Batam, Kepulauan Riau, Rabu (23/8/2023). ANTARA FOTO/Teguh Prihatna/Spt.

bakabar.com, JAKARTA - Anggota Komisi II DPR RI, Riyanta meminta negara tak mengabaikan hak warga Pulau Rempang yang menolak kawasan ekonomi baru Rempang Eco City. 

Ia juga meminta pemerintah menyelesaikan konflik yang mengakibatkan luka traumatik bagi warga yang dihadapkan dengan kekerasan aparat. 

Baca Juga: IPW Tangkis Klaim Polri: Korban Pulau Rempang Pingsan hingga Traumatik

“Dalam melakukan pengembangan, khususnya pengembangan wilayah strategis, negara tidak boleh semena-mena, harus tetap memperhatikan hak azasi manusia," kata Riyanta di Jakarta, Senin (11/9). 

Riyanta menerangkan negara harus menghormati masyarakat yang telah lama menduduki suatu wilayah, sehingga proses pengambil-alihan lahan tidak bisa dilakukan sepihak.

"Harus melibatkan kedua belah pihak dengan prinsip sama-sama menguntungkan," ujarnya.

Baca Juga: Polisi Tetapkan 7 Tersangka Bentrokan di Pulau Rempang

Menurut Riyanta, penanganan kasus pengembangan kawasan ekonomi baru di Rempang, seharusnya tidak menimbulkan gesekan antara masyarakat setempat dengan aparat keamanan, jika aparat keamanan menjalankan prosedur yang disepakati oleh komunitas global.

“Apa yang dilakukan oleh aparat penegak hukum, baik polisi, TNI, Satpol PP dan elemen-elemen lainnya, mesti menghormati prosedur yang standarnya dibangun oleh komunitas global, yang mana Indonesia sudah meratifikasi perjanjian tentang hak asasi manusia," kata dia menegaskan. 

Dia berpendapat, kasus yang terjadi di wilayah Rempang Eco-city juga terjadi di wilayah-wilayah lain di Indonesia, yang berawal dari status legalitas dan yuridis yang belum jelas hak-nya, sehingga rawan menimbulkan konflik.

Sebelumnya, petugas gabungan dari Polri, TNI, Ditpam Badan Pengusahaan (BP) Batam, dan Satpol PP terlibat bentrok dengan warga Rempang saat penjagaan proses pengukuran untuk pengembangan kawasan tersebut oleh Badan Pengusahaan (BP) Batam, Kamis (7/9).

Baca Juga: Mahfud Akui Status Tanah Rempang Banyak Keliru

Adapun keributan pecah saat petugas gabungan tiba di lokasi. Keributan itu dipicu karena warga masih belum setuju dengan adanya pengembangan kawasan tersebut yang merupakan kampung adat masyarakat Melayu. Akibat keributan tersebut, petugas terpaksa menembakkan gas air mata karena situasi yang tidak kondusif.

Akibat bentrok itu, Polresta Barelang (Batam, Rempang, Galang) menetapkan tujuh dari delapan orang yang diamankan saat bentrokan warga Rempang dengan aparat gabungan, ditetapkan sebagai tersangka.

Baca Juga: IPW Kecam Tindakan Represif Polri Tangani Konflik Pulau Rempang

"Dari delapan orang yang diamankan, satu orang sudah dipulangkan karena tidak cukup bukti atas nama Boiran. Sehingga tujuh orang telah di tetapkan menjadi tersangka yakni Roma, Jakarim, Martahan, As Arianto, Pirman, Farizal dan Ripan," ujar Kapolresta Barelang Kombes Pol. Nugroho Tri Nuryanto di Batam Kepulauan Riau, Sabtu (9/9).

Editor


Komentar
Banner
Banner