bakabar.com, MARABAHAN – Diprotes warga akibat dianggap merusak infrastruktur transportasi darat, PT Barito Putera Plantation (BPP) mulai memperbaiki salah satu ruas Jalan Kutabamara di Kecamatan Marabahan.
Total sekitar 3 kilometer jalan kabupaten yang berlubang-lubang, setelah setiap hari dilewati truk-truk angkutan buah sawit milik perusahaan maupun plasma BPP.
Terutama di musim penghujan, tercipta genangan-genangan air di sepanjang jalan yang menghubungkan Desa Antar Raya di Marabahan dengan Desa Balukung di Bakumpai itu.
“Paling parah sekitar 1 kilometer yang dimulai dari lahan plasma hingga kompleks perkantoran PT BPP,” papar Syahruji, salah seorang warga Kuripan.
“Lucunya jalan rusak yang masih sedikit berbatu, malah diurug tanah. Kalau hujan turun, jalan berubah menjadi kubangan lumpur,” imbuhnya.
Warga mengakui perusahaan terkait sudah beberapa kali melakukan perbaikan. Namun demikian, teknis perbaikan yang dinilai kurang tepat.
“Sudah menjadi tanggung jawab perusahaan melakukan perbaikan, karena mereka menggunakan jalan itu,” beber Syahruji.
“Memang terdapat mobil operasional perusahaan lain yang melintas. Namun tidak seberat truk pengangkut, karena hanya membawa orang,” sambungnya.
Ironisnya jalan yang membelah kawasan Hak Guna Usaha (HGU) PT BPP tersebut, termasuk program prioritas Kutabamara.
Kutabamara yang merupakan kependekan dari Kuripan, Tabukan, Bakumpai dan Marabahan, sedianya merupakan upaya Pemkab Barito Kuala dalam membuka akses darat yang menghubungkan empat kecamatan itu.
Program ini dimulai sejak 2018 dan dicanangkan berlanjut hingga beberapa tahun kedepan.
Hingga akhir 2020, sekitar 24,5 kilometer jalan sudah beraspal dari total 75 kilometer. Sedangkan sisanya pengerasan dan pembuatan jalan baru.
“Memang truk kami melintasi jalan tersebut. Namun perusahaan kami juga tetap berkomitmen menjaga jalan itu dengan melakukan perbaikan-perbaikan,” sahut Bentar Eka, Manajer Kebun PT BPP, Selasa (22/12).
“Sudah sekitar seminggu kami memperbaiki kerusakan jalan yang dikeluhkan. Namun lantaran intensitas hujan cukup tinggi, jalan yang diperbaiki kembali berlubang lagi ketika dilewati,” imbuhnya.
Seperti jalan-jalan lain di Batola, kondisi tanah di ruas Kutabamara merupakan gambut yang lunak dan memiliki potensi penurunan cukup besar ketika mendapatkan beban.
“Setidaknya dalam tiga tahun terakhir, kami mengeluarkan biaya hingga miliaran untuk perbaikan ruas jalan itu,” timpal Abidin Noor, Humas PT BPP.
“Namun semuanya seperti menjadi tidak berarti, karena batu-batu yang diurug tenggelam begitu saja ke dalam tanah, terutama sepanjang musim hujan,” sambungnya.
Selain melakukan perbaikan, muatan truk pengangkut juga dibatasi maksimal 7 ton.
“Pembatasan itu juga mempertimbangkan kepentingan pemilik armada, karena kami pernah membatasi muatan maksimal 6,5 ton,” beber Abidin.
Kedepan demi efesiensi dan ketahanan, PT BPP segera menggunakan kanoppel atau galar kayu galam untuk memperkuat tanah dasar.
Lantas agar ketahanan jalan lebih terjaga, galar tersebut ditempatkan di jalur yang sering dilewati truk bermuatan.
“Kami tetap berusaha melakukan perbaikan, ketimbang mengangkut buah sawit melewati jalur sungai menggunakan kelotok,” tukas Bentar.
“Kalau melalui sungai, dimungkinkan beberapa warga terganggu lantaran kami harus membongkar jalan yang sudah dibangun. Terlebih di sepanjang parit, juga terdapat perkebunan sawit milik warga,” tandasnya.
Sebelum ditetapkan menjadi bagian Kutabamara, ruas jalan penghubung Antar Raya dengan Balukung itu memang sudah diregistrasi menjadi jalan kabupaten sejak 1990.
Lantas mulai pertengahan 2010 atau setahun setelah memperoleh HGU perkebunan sawit di kawasan tersebut, PT BPP membantu membuatkan jalan sepanjang 8 kilometer di lokasi yang sama.
“8 kilometer itu ditarik dari Kilometer 10 Antar Raya hingga ujung HGU di perbatasan Balukung. Sebelum menjadi jalan, kawasan itu hanya hutan galam,” tandas Abidin.