bakabar.com, JAKARTA - Mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah, Din Syamsuddin menilai peninjauan kembali (PK) yang dilayangkan Kepala Kantor Staf Presiden (KSP) Moeldoko merusak demokrasi Indonesia.
Sebab Moeldoko bukan merupakan kader Partai Demokrat, namun ingin diakui sebagai Ketua Umum Partai Demokrat.
"Adanya pengajuan Peninjauan Kembali (PK) oleh Moeldoko atas kasus klaim kepemimpinan Partai Demokrat patut dinilai merusak demokrasi Indonesia," kata Din kepada bakabar.com, Rabu (7/6).
Baca Juga: Denny: Moeldoko 'Tukar Guling' Kasus Sekma dengan PK Demokrat
"Bagaimana tidak, seseorang yang bukan anggota partai dan tidak memiliki kartu anggota yang sah dapat merebut keketuaan partai, dan setelah dinyatakan salah oleh pengadilan masih mengajukan PK ke Mahkamah Agung," sambung dia.
Guru Besar Politik Islam UIN Jakarta ini juga mengantongi informasi bahwa pengajuan PK Moeldoko tak didasarkan pada novum atau bukti baru.
"Dia tidak mendasarkan PKnya atas novum (bukti baru). Hal ini dapat dinilai dari sudut etika politik sebagai pembajakan demokrasi," sebut dia.
Maka terjadi rekayasa permusyawaratan untuk merebut kepemimpinan Partai Demokrat. Meskipun setelah dinyatakan kalah oleh pengadilan, tapi Moeldoko masih ngotot mengajukan PK tanpa bukti baru yang meyakinkan.
Baca Juga: 16 Kali Menang di Pengadilan, AHY Optimis Mampu Tumbangkan PK Moeldoko!
"Mungkin ada keyakinan bahwa Mahkamah Agung akan mengabulkannya mengingat posisinya yang strategis di lingkungan Istana Presiden (yaitu sebagai Kepala Staf Presiden)," jelasnya.
"Namun publik meyakini bahwa para hakim yang berkomitmen kepada kebenaran dan kejujuran di Mahkamah Agung tidak akan mengabulkannya," imbuh dia.
Untuk itu Din meminta Presiden Jokowi bertindak dan tak hanya diam berpangku tangan melihat Kepala KSP Moeldoko melakukan kudeta terhadap Partai Demokrat.
"Joko Widodo seharusnya tidak diam tapi harus menegur bawahannya yang melanggar etika politik. Kalau tetap didiamkan maka akan mudah dituduh Presiden ikut bermain dan cawe-cawe negatif dan dekonstruktif," ungkap Din.
"Sebaiknya Moeldoko mundur dari ambisinya, dan Presiden Joko Widodo harus menegurnya, bukan diam tanda setuju," pungkasnya.