bakabar.com, JAKARTA - Sebanyak 12 orang warga dilaporkan menjadi korban pemerasan melalui video call seks (VCS). Jumlah tersebut terhitung sejak Januari hingga April yang dihimpun Polda Kalimantan Tengah.
Kabid Humas Polda Kalteng AKBP Erlan Munaji mengungkapkan dari 12 korban tersebut terdiri dari laporan 3 orang pada Januari, dua orang pada Februari, empat orang pada Maret, dan tiga orang pada April.
Adapun rata-rata korban pemerasan VCS berada dalam rentan usia 25 hingga 45 tahun. Dari keseluruhannya lima orang korban di antaranya berprofesi sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan lima korban di antaranya merupakan laki-laki.
Baca Juga: Korban Pelecehan 'Staycation' Telah Ajukan Permohonan Perlindungan ke LPSK
"Jadi modus pelaku ini biasanya berkenalan dengan korbannya di media sosial dan memberikan rayuan hingga korbannya jatuh cinta dengan pelaku," katanya, Rabu (10/5).
Ia menuturkan setelah para pelaku dapat meyakinkan jika korban jatuh cinta, pelaku kemudian mengajak korban untuk melakukan VCS. Namun pada saat korban menunjukkan bagian-bagian tubuh sensitifnya, pelaku melakukan rekam layar melalui handphone pribadinya tersebut.
Dengan menggunakan video rekam layar tersebut, pelaku kemudian mulai melancarkan aksi memeras korbannya dengan mengancam akan menyebarluaskan video tidak senonoh tersebut.
"Hal tersebut membuat korbannya takut dan langsung mengirimkan sejumlah uang. Bahkan ada satu orang korban yang telah mengirimkan uang sebanyak Rp44 juta dengan total kerugian seluruhnya sebesar Rp 56 juta," bebernya.
Baca Juga: Korban 'Staycation' Alami Trauma Dilecehkan Bos Perusahaan di Cikarang
Lebih lanjut perwira dengan pangkat melati dua tersebut juga mengimbau seluruh masyarakat agar jangan melakukan VCS dengan siapapun, apalagi dengan orang yang baru dikenal di media sosial.
Sebab, hal tersebut dapat disalahgunakan dan dijadikan alat pemerasan oleh pelaku yang nantinya hanya akan merugikan diri sendiri.
"Cinta dan sayang boleh, karena itu hak bagi seluruh masyarakat. Tetapi jangan sampai melakukan hal-hal yang melanggar norma dan agama. Karena itu hanya akan merugikan diri sendiri. Kalau sudah tersebar yang malu bukan hanya diri sendiri, tetapi juga keluarga," kata Erlan.