bakabar.com, KANDANGAN – Selama pandemi Covid-19, pemasaran hasil usaha rumahan secara daring makin populer.
Hal itu mengilhami Fikri Rezqan merintis budidaya jamur tiram.
Di Kabupaten Hulu Sungai Selatan (HSS), bisa dikatakan masih tergolong sedikit pembudidaya jamur.
“Jumlah petani jamur saat ini, malah tidak mencukupi besarnya permintaan saat ini. Terlebih saat pandemi, pesanan online selalu ada,” ujar Taplak, sapaan akrabnya.
Memanfaatkan bekas kolam ikan di gudang belakang rumah, Taplak merawat sendiri jamur-jamurnya. Ukuran ruangannya relatif kecil, sekitar 2×5 meter.
Sekdes Wasah Tengah itu, dia sedang dalam tahap merintis usaha. Pasalnya, baru 3 bulan belakangan memulai pembudidayaan jamur tiram ini.
Kendati demikian, jamur budidayanya sudah bisa panen tiap hari. Sejauh ini, dari 600 baglog modal usahanya sudah bisa panen lebih dari 3 kilogram per hari.
“Panen hari pertama, kedua dan ketiga, bisa tiap hari semuanya dipanen. Hari berikutnya akan ada jeda sebagian, sehingga tidak akan konstan lagi jumlah panennya,” ungkap pria 29 tahun itu.
Saat ini, Taplak tidak membuat sendiri baglog jamur tiram, melainkan membeli semuanya dengan modal sebesar 4 juta rupiah.
“Karena hitungan saya, harga baglog yang dijual di sini termasuk murah. Daripada susah-susah membuat sendiri, ini bisa jadi pilihan,” ujar pria beralamat di Jalan Bukhari, Desa Wasah Tengah, Kecamatan Simpur itu.
Baglog dibuat dari serbuk gergaji, bekatul, tepung jagung, kapur bangunan, dan air yang dicampur untuk diproses pengomposan.
Modal lain yang dikeluarkannya, hanya membuat rak dan pemasangan atap yang tak lebih dari 600 ribu rupiah.
Hasil panen ia kemas sendiri dengan takaran 200 gram.
“Koelat HSS”, begitu merek kemasan jamur tiram milik dia. Pada kemasan tertulis lengkap dengan tanggal kedaluwarsa, alamat penjual dan kontak yang bisa dihubungi.
“Koelat HSS” diecerkannya dengan harga jual sebesar Rp12 ribu rupiah per bungkus. Pemasarannya memanfaatkan media sosial, seperti WhatsApp hingga Instagram.
Dia juga kadang menjual ke pengepul, dengan harga lebih murah dari eceran.
Suhu ruangan ujarnya, menjadi kendala utama dalam pembudidayaan jamur tiram. Terlebih memasuki musim kemarau ini.
“Kelembaban udara harus dijaga di bawah 30 derajat celcius, jika panas jamurnya bisa kecil tumbuhnya,” jelasnya.
Untuk itulah, 3 kali sehari ia menyiram dinding-dinding ruangan pembudidayaan dengan air bersih. Hal itu menimbulkan embun, dan udara menjadi lembab kembali.
Ia juga meletakkan termometer ruangan, untuk meyakinkan suhu tetap terjaga.
Dijelaskannya, sejak masa kuliah 2016 lalu sudah belajar pembudidayaan jamur tiram. Karena terbentur perkuliahan, maka perencanaan bertani jamur ditunda.
“Saat ini sudah bisa meluangkan waktu, sambil bekerja saya mencoba bisnis ini,” ucapnya.
Usaha budidaya jamur tiram ini ungkapnya tergolong menjanjikan, karena permintaan terus ada.
Melihat geliat permintaan terus ada, ia berencana menambah lagi sekitar 2 ribu buah baglog.
Editor: Aprianoor