Perempuan Dalam Sinema

Di Balik Sosok Ibu yang Menjadi Hantu, Ada Utang Keadilan bagi Perempuan

Menyelami makna mengapa karakter hantu perempuan jadi sangat ditakuti, menyibak wacana maternal horror ala Annisa Winda Larasati

Featured-Image
Sosok ibu yang menjadi hantu dalam sinema Indonesia. Foto: Dok. Coconut.

bakabar.com, JAKARTA - Kita mungkin masih teringat sosok hantu seperti Suzana pada film Beranak Dalam Kubur, Mariam si Manis Jembatan Ancol, atau karakter Ibu dalam Pengabdi Setan. Semua karakter di atas adalah sosok hantu perempuan paling fenomenal di sepanjang sejarah perfilman Indonesia.

Hantu perempuan lebih banyak menyebarkan unsur horror ketimbang hantu laki-laki. Kematian yang penuh dendam sering dikaitkan dengan penyebab hantu-hantu perempuan muncul. 

Namun tahukah Anda jika penggambaran hantu yang memunculkan sosok perempuan adalah bagian dari proyeksi kecemasan laki-laki tentang perempuan yang berdaya?

Dalam buku Memaksa Ibu Menjadi Hantu, Wacana Maternal Horror Dalam Film Indonesia Kontemporer karya Annisa Winda Larasati dan Justito Adiprsetio menjelaskan, jika selama setengah abad, yakni dalam kurun waktu 1970 hingga 2020 sebanyak 580 film horor di Indonesia 351 di antaranya merepresentasikan perempuan sebagai hantu. Sedangkan representasi hantu laki-laki hanya bisa ditemukan dalam 140 film. 

Maternal Horror dalam Dunia Nyata

Temuan menarik lainnya, sebanyak 94 film menyajikan maternal horror, atau ibu yang menjadi hantu. Menurut Annisa, dalam dunia nyata horror seakan terus membuntuti perempuan. "Perempuan mesti berjuang dan bertahan dari horror yang memburu dirinya," tuturnya.

Dalam kebanyakan film cerita hantu perempuan sering dikaitkan dengan ketidakadilan yang dialaminya. Hingga di akhir hayat, kaum hawa masih harus menuntut balas karena perilaku dunia terhadapnya. 

Proyeksi ini mencerminkan konstruksi sosial di dunia nyata yang sangat timpang pada perempuan. Perempuan sebagai salah satu kelompok paling rentan, karena kerap jadi sasaran kekerasan dan ketidakadilan.

Film, Perempuan, dan Jalan Panjang Keadilan

Di satu sisi, film yang menggunakan sosok perempuan sebagai hantu paling menyeramkan, bisa jadi adalah bagian dari protes dan upaya menuntut keadilan, yang selama ini berjalan lamban. 

Catatan tahunan Komnas Perempuan menunjukkan, tren kasus kekerasan pada perempuan terus mengalami peningkatan. Selama kurun waktu 10 tahun pencatatan kasus kekerasan terhadap perempuan (2012-2021), tahun 2021 tercatat sebagai tahun dengan jumlah kasus Kekerasan Berbasis Gender (KBG) tertinggi, yakni meningkat 50% dibanding tahun 2020, sebanyak 338.496 kasus. Angka ini bahkan lebih tinggi dari angka KBG sebelum masa pandemi di tahun 2019.

Komisioner Komnas Perempuan, Bahrul Fuad menjelaskan, meski UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) sudah disahkan, namun implementasinya masih harus kita awasi bersama, selain itu hal lain seperti infrastruktur dan tata kelola untuk memenuhi pemulihan korban juga penting diperhatikan.

"Disahkannya UU TPKS untuk melindungi perempuan dari kekerasan dan memastikan keadilan bagi korban kekerasan. Komnas Perempuan juga berharap adanya perbaikan infrastruktur dan tata kelola pelayanan pencegahan, penanganan, dan pemulihan perempuan korban kekerasan, khususnya korban kekerasan seksual," pungkasnya Kamis (22/12).

Editor
Komentar
Banner
Banner