bakabar.com, JAKARTA - Keseruan lomba panjat pinang selalu identik dengan perayaan Hari Kemerdekaan Indonesia. Dalam perlombaan ini, peserta saling bahu-membahu meraih hadiah dengan cara memanjati pohon pinang yang sebelumnya sudah dikupas dan dilumuri minyak pelumas.
Bukan sekadar seru, panjat pinang rupanya memiliki makna filosofis mendalam. Melansir buku karya Fandy Hutari berjudul Hiburan Masa Lalu dan Tradisi Lokal, hadiah di ujung pohon pinang diibaratkan sebagai kemerdekaan.
Menurutnya, panjat pinang menjadi simbol perjuangan dalam meraih kemerdekaan. Aktivitas ini mengajarkan banyak hal, mulai dari kerja sama, kecerdikan, saling menopang, dan bagaimana menyingkirkan ego pribadi demi kepentingan bersama.
Namun, di balik keseruan dan makna yang mendalam, panjat pinang sebenarnya adalah simbol penindasan pribumi pada masa penjajahan Belanda. Masih bersumber dari buku yang sama, dituturkan bahwa panjat pinang sudah ada jauh sebelum Indonesia merdeka, tepatnya pada tahun 1930-an.
Kala itu, panjat pinang diselenggarakan setiap tanggal 31 Agustus untuk memperingati hari kelahiran Ratu Belanda, Wilhelmina Helena Pauline Marie van Orange-Nassau. Sumber lain mengatakan panjat pinang juga digelar pada perayaan penting seperti pernikahan dan ulang tahun, sebagai hiburan bagi bangsa Belanda.
Cara bermain panjat pinang kala itu sama seperti sekarang, di mana sekelompok orang memanjat pohon pinang yang dilumuri minyak pelumas demi meraih hadiah. Bedanya, hadiah pada masa itu berupa barang-barang pokok, seperti beras, tepung, dan pakaian.
Peserta lomba bersusah payah membuat 'tangga hidup' dengan saling 'menginjak' orang lain demi mendapatkan hadiah tersebut, yang notabene terbilang cukup mahal. Di sisi lain, orang Belanda hanya menonton dan menikmati 'pertunjukan' yang menurut mereka menarik.
Panjat pinang sebagai sarana hiburan Belanda juga dibenarkan oleh sejarawan Asep Kambali, seperti dikutip dari detikNews. Dia bahkan menyebut foto orang Belanda yang tengah menyaksikan pribumi mengikuti panjat pinang bisa dilihat di museum Belanda.
Sejarah kelam ini lantas sempat membuat Pemerintah Kota Langsa, Aceh, lomba panjat pinang pada perayaan Hari Kemerdekaan ke-74 pada 2019 lalu. Meski begitu, larangan ini tak menyurutkan minat masyarakat Indonesia untuk berpartisipasi mengikuti perlombaan panjat pinang. (Nurisma)