Skandal Oknum Polri

Densus Bunuh Sopir di Jalan Banjarmasin, Pengamat Teringat Satgasus

Aksi keji anggota Densus 88 Bripda Haris Sitanggang (HS) menghabisi seorang sopir online di Depok menuai sorotan publik.

Featured-Image
Aparat kepolisian melakukan olah TKP di lokasi pembunuhan sopir taksi online di Perumahan Bukit Cengkeh, Cimanggis, Kota Depok, Senin (23/1). Diketahui pelaku pembunuhan tersebut ternyata oknum anggota Densus 88 antiteror Polri berinisial HS. Foto via Tribunnews

bakabar.com, JAKARTA - Aksi keji anggota Densus 88 Bripda Haris Sitanggang (HS) menghabisi seorang sopir online di Depok menuai sorotan publik.

"Lagi-lagi itu soal minimnya kontrol dan pengawasan," jelas pengamat kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Bambang Rukminto, Rabu siang (8/2).

Bambang melihat personel Densus 88 bukanlah malaikat atau dewa yang selalu taat pada aturan. Maksudnya, mereka juga bisa berbuat salah dan melakukan pelanggaran.

"Makanya perlu lebih banyak kontrol dan pengawasan," jelasnya.

Berkaca dari kasus Bripda HS, ia mulai melihat ada gejala arogansi pada personel di satuan khusus antiteror bentukan Tito Karnavian tersebut.

Baca Juga: Motif Anggota Densus 88 Bunuh Sopir Taksi Online di Depok

Maka, sebagai satuan yang memiliki kewenangan super besar dalam penindakan kejahatan terorisme, Bambang melihat sudah saatnya pengawasan melekat terhadap Densus 88 ditingkatkan.

Kalau tidak segera dievaluasi dan dibenahi, ia kuatir Densus 88 justru bisa mengulang masalah Satgasus Merah Putih. "Dan mungkin bisa lebih parah lagi," jelasnya.

Sebagai pengingat, kali terakhir Satgasus dipimpin oleh Inspektur Jenderal Ferdy Sambo. Sambo kini harus duduk di kursi pesakitan dan terancam penjara seumur hidup setelah mengotaki pembunuhan terhadap Brigadir Joshua. Kamis 11, Agustus 2022, Satgasus resmi dibubarkan Kapolri Listyo Sigit.

Satgasus Merah Putih merupakan jabatan nonstuktural di dalam Korps Bhayangkara. Satgasus ini dibentuk pertama kali pada 2017 oleh Kapolri saat itu Jenderal Tito Karnavian.

Mulanya, pembentukan Satgasus itu untuk meredakan suasana pasca-peristiwa 411 atau demonstrasi 4 November 2016. Tujuannya, untuk mendekati pemuka agama usai kondisi memanas karena pernyataan Gubernur DKI Jakarta saat itu, Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok.

Baca Juga: Viral Pajero Ngaku Densus 88, Kombes Aswin: Bukan Anggota

Setelahnya, Satgasuss lebih banyak eksis di ranah kejahatan umum. Seperti halnya membongkar kasus penyelundupan 1 ton sabu-sabu di Mandalika, Anyer.

Kembali ke Densus 88, setiap tahunnya tak kurang anggaran Rp1,5 triliun digelontorkan pemerintah untuk menghidupi unit khusus satu ini.

Melihat besarnya anggaran tersebut, Bambang melihat keberadaan Densus 88 yang secara struktural di bawah komando langsung kapolri tak lagi relevan.

"Anggaran Rp1,5 triliun untuk sebuah unit khusus bukan malah efektif tapi boros dan berpotensi untuk disalahgunakan," ujarnya.

Di sisi lain, keberadaan Densus 88 yang merupakan duplikasi dari unit antiteror yang sudah dimiliki Brimob saat ini memicu silang pendapat lain. 

"Di TNI AD, ada namanya Satgultor 81. Keberadaannya bukan di bawah KSAD, melainkan Kopassus," jelasnya.

Densus 88 ibarat Bawaslu atau KPU yang merupakan lembaga ad hoc atau sewaktu-waktu dibutuhkan. Tidak permanen. "Yang jadi persoalan adalah Densus saat ini lebih dipermanenkan," jelasnya.

Buktinya, kata Bambang, seiring bergulirnya waktu Densus 88 terus melenturkan komposisi organisasinya dengan membentuk satuan penyelidikan, maupun penindakan tersendiri.

Baca Juga: Perlukah Densus 88 untuk Menjemput Ismail Bolong?

"Selain duplikasi peran dengan satuan-satuan yang sudah ada, itu membuat eksklusivisme dan kesan bahwa Densus 88 tak tersentuh," jelasnya.

Bambang pun mengusulkan agar Kapolri Listyo Sigit mengkaji ulang keberadaan organisasi Densus 88.

"[Tidak juga di bawah Korps Brimob] tetapi lebih ke membubarkan unit-unit yang menjadi duplikasi unit yang sudah ada," jelasnya.

Unit penindakan, misalnya, ke depan Bambang menyarankan agar Densus 88 cukup meminta bantuan kepada Satuan Perlawanan Antiteror Korps Brimob Polri. Sedang terkait penjinakan bahan peledak kepada Gegana.

"Buat apa Densus 88 rekrut tim tindak sendiri? Urgensinya di mana? Sementara sudah ada Brimob," jelasnya.

Belakangan mencuat pula indikasi penyalahgunaan peran Densus 88 setelah isu keberadaan pasukan Densus 88 di kediaman Ferdy Sambo usai penetapan FS sebagai tersangka oleh Bareskrim.

"Satgasus itu kalau gak ada kasus Ferdy Sambo mungkin juga bisa dipermanenkan," tutup Bambang.

Kronologis Pembunuhan 

Densus 88 Sambo
Pengerahan anggota Brimob mengakhiri penjagaan pasukan antiteror di rumah dinas Duren Tiga saat penangkapan Ferdy Sambo Agustus 2022 silam. Foto via Sindonews

Warga di sekitar Perumahan Bukit Cengkeh, Depok, Jawa Barat digegerkan oleh penemuan jasad seorang pria pada Senin (23/1) lalu. Jasad pria paruh baya itu ditemukan di sekitar mobil Avanza yang terparkir.

Merespons itu, Densus 88 langsung membentuk tim khusus untuk menangkap Bripda HS. Motif pembunuhan berkelindan dengan hasrat pelaku yang ingin menguasai mobil milik korban.

Menurut pengacara keluarga korban, Jundri R Berutu, mulanya korban hendak memesan taksi online secara offline di Semanggi, Jakarta Selatan.

"Jadi Pak Sony ini almarhum dia mengambil ini pelaku itu dari Semanggi, itu keterangan penyidik," kata Jundri kepada wartawan di Polda Metro Jaya.

Saat itu, menurut Jundri, HS mengaku tidak memiliki uang. Kendati demikian, Sony tetap mengantar HS ke alamat yang dituju.

"Nah karena memang Pak Sony ini adalah orang yang baik dan memang sangat bermurah hati, dia kemudian diantar. Nah ternyata itu modus untuk menghilangkan jejak dia," jelasnya.

Setiba di alamat tujuan, Sony kemudian dihabisi oleh HS. Sony sempat melakukan perlawanan hingga berteriak meminta tolong.

"Korban ini kemudian melawan, dia teriak-teriak kemudian membunyikan klakson tidak berhenti.”

Kemudian beberapa warga keluar mendengar teriakan itu. "Memang mereka keluar gitu, tapi mereka mengira ini hanya orang mabuk, sehingga mereka tidak berani keluar sampai ke dalam," sambung Jundri.

Beberapa saksi, kata Jundri, sempat melihat mobil korban bergoyang.

"Tetapi dari Jalan Banjarmasin itu mereka melihat adanya suatu mobil yang sudah mulai bergoyang-goyang," jelasnya.

Editor
Komentar
Banner
Banner