bakabar.com, BANDUNG - Pakar Komunikasi Politik Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Harim Suryadi mengungkapkan sikap kekecewaan Partai Demokrat yang merasa dikhianati oleh NasDem dan Anies Baswedan bukan hal yang mengejutkan.
"Bagi saya hal tersebut bukan hal yang fundamental atau mengejutkan," kata Karim saat ditemui bakabar.com di Kampus UPI Bandung, dikutip Minggu (3/9).
Karim menerangkan hal itu terjadi karena bangunan koalisi capres dan cawapres di Indonesia tidak didasarkan atas strategi berbasis ideologi.
Baca Juga: Anies Hormati Keputusan Demokrat Keluar dari Koalisi Perubahan
Justru yang terjadi belakangan ini, pemasaran politik yang ditampilkan koalisi parpol cenderung fokus pada figur capres dan cawapres. Selain itu, kalkulasi yang diperhitungkan lebih kepada kalkulasi teknis insentif elektoral.
"Jadi kepada koalisi mana seorang kandidat bergabung dan partai berkoalisi, itu semata-mata didasarkan atas perhitungan keuntungan elektoral atau ikatan emosional yang sangat tidak rasional. Misalnya kedekatan antara ketua umumnya, kekerabatan, dan lainnya. Jadi sebenarnya dasar koalisinya sangat lemah dan praktis," katanya.
Baca Juga: Tim Delapan Tanggapi Hengkangnya Demokrat: Kita Masih Ingin Bekerja Sama
Kencenderungan seperti itu yang kemudian diistilahkannya dengan myopia pemasaran. Hal itulah yang akan menentukan tiket elektoral yang disesuaikan dengan keseimbangan tiket dari pasangan capres dan cawapres.
Keseimbangan tiket kandidat capres-cawapres perlu memerhatikan pengalaman, rekam jejak dan capaian yang pernah dilakukan.
"Oleh karena itu siapa cawapres yang dipilih Anies serta berhak mendampinginya silakan saja ditafsirkan," kata Guru Besar Komunikasi Politik Fakultas Pendidikan dan Ilmu Pengetahuan Sosial Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) tersebut.
Tiga Syarat
Karena itu, bila berdasarkan tiga syarat yang memuat tentang pengalaman, rekam jejak dan capaian, menurutnya sosok yang dipilih Anies merupakan figur yang sudah kenyang dengan asam garam dunia perpolitikan. Modal itulah yang dinilainya menjadi deposit politik sebagai bakal cawapres.
"Oleh karena itu, yang akan dipilih Anies adalah mereka yang sudah punya pengalaman sudah punya rekam sejarah politik dan sudah punya capaian kinerja cemerlang, jika tidak Anies terpaksa harus menelan ludahnya sendiri," tuturnya.
Baca Juga: PKS Hormati Keputusan Anies Pilih Cak Imin jadi Pendamping
Meski begitu, ia mengingatkan agar saat ini seorang capres tidak tersandera dalam pemilihan cawapres yang dikehendakinya. Sebab, semua pasangan capres-cawapres bukan hanya berkeinginan untuk mengikuti pilpres, melainkan juga ingin memenangkannya.
"Kalau sekadar ingin mengikuti pilpres ya gampang, pilih saja siapa capres cawapres yang disuka. Tapi untuk memenangkan kandidat ini maka capres harus bisa memilih cawapres yang benar-benar bisa mengatrol baik dilihat dari potensial elektoral dan kekokohan koalisi serta cara-cara yang layak dinilai oleh pemilih," katanya.
Terkait soal keputusan atau pengumuman nama Cak Imin menjadi cawapres mendampingi Anies yang menurut Partai Demokrat mendadak, Karim menerangkan keputusan tersebut pasti dilakukan setelah melakukan proses yang panjang
"Karena apa menggabungkan dua sosok sebagai capres dan cawapres tidak semudah itu. Karena sekali lagi menggabungkan capres dan cawapres itu yang paling utama adalah memberikan keseimbangan tiket kandidat," terangnya.
Baca Juga: PKS Tunggu Keputusan Majelis Syuro Soal Dukungan ke Cak Imin
Hal tersebut menurutnya biasa dalam dunia politik yang cenderung dinamis dalam perhitungannya. Meski begitu ia mengingatkan pembacaan peluang tersebut juga berpotensi berantakan karena pola partai politik yang cenderung menunjukan binalitas.
Dua Basis Kelompok Islam
Bergabungnya Anies dan Cak Imin dalam pasangan capres-cawapres juga akan berpotensi mengukuhkan pembelahan sosial. Di sisi lain, juga akan mengukuhkan basis pendukung masing-masing.
Misalnya, Anies yang selama ini dikenal sebagai akademisi, sedangkan wakilnya yang merupakan praktisi politik akan semakin mengukuhkan basis pendukung capresnya.
Baca Juga: Demokrat Akui AHY Sudah Sanggupi Permintaan Anies jadi Cawapres
Artinya, jika PKB bergabung ke dalam koalisi perubahan maka akan berpeluang dapat menggabungkan dua kelompok Islam. Yakni kelompok Islam modern yang diwakili PKS dan kelompok Islam tradisional yang diwakili PKB.
"Bagus sebenarnya jika dilihat dari komposisi hubungan kalau berbasis pada peta politik tahun 50-an. Tetapi kan politik masih dinamis bisa berubah-ubah, jadi kita lihat saja seperti peribahasa selama janur kuning belum melengkung kemungkinan lain bisa saja terjadi," pungkasnya.