bakabar.com, BALIKPAPAN – Pembangunan ibu kota negara (IKN) Nusantara di Kecamatan Sepaku, Kabupaten Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, terus dikebut.
Ribuan pekerja aktif melakukan pekerjaan konstruksi diiringi hilir-mudik kendaraan berat yang mengangkut bahan material.
Namun, megaproyek satu ini rupanya masih mendapat sorotan dari sejumlah pihak. Salah satunya organisasi Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) yang menganggap rencana ini terkesan dipaksakan. Bahkan berdampak langsung pada masyarakat sekitar.
Baca Juga: 5 Kota Ternyaman Bersepeda, Mana yang Paling Cocok untuk IKN?
Baca Juga: IKN jadi Kota Netral Karbon, Berikut 5 Negara yang Sudah Bebas Emisi
Direktur Walhi Kaltim, Yohana Tiko mengatakan potensi kerusakan hutan dan keterancaman lingkungan hidup akibat pembangunan IKN selalu membayangi.
Di titik terjauh, bahkan adanya deforestasi dari pembangunan IKN bisa berdampak langsung ke masyarakat. Salah satunya yakni Teluk Balikpapan sebagai kawasan yang menjadi gerbang menuju IKN.
“Teluk Balikpapan itu tidak ada daerah perlindungannya. Dalam rencana zonasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil atau RZWP3K itu tidak ada wilayah perlindungan Teluk Balikpapan. Jadi secara tata ruang Kota Balikpapan juga tidak ada perlindungannya,” katanya saat dihubungi bakabar.com pada Rabu (11/1).
Belum lagi pembangunan industri lain di sekitar wilayah Teluk Balikpapan mengancam kehidupan masyarakat. Sebut saja pemangkasan hutan mangrove untuk pembangunan smelter nikel serta pemanfaatan jalur sungai sebagai jalur transportasi batu bara, CPO, hingga kayu.
“Nah, di daerah yang dibangun secara langsung itu sudah mengalami yang namanya deforestasi lingkungan. Karena di sana itu banjir sudah ada tahunan. Itu menandakan bahwa resapan air sudah tidak ada lagi,” tegasnya.
Kontradiksi Pemulihan dan Pembangunan IKN
Sebab dalam perhitungan, jika pemulihan yang dimaksud itu disertai jangka waktu yang relatif lama, maka hal tersebut dianggapnya tidak relevan dengan dampak dari pembangunan.
"Jangan sembari memulih tapi sembari membangun. Kan itu narasi yang tidak jelas, kita menjawab deforestasi dan degradasi di Penajam dan Kukar dengan membangun IKN. Makanya kita sering kali gagap soal mitigasi bencana,” jelasnya.
Lonjakan Populasi, Ruang Kian Penuh
“Karena memang kondisinya kita tahu pada akhir 2021 dan awal 2022 wilayah banjir itu meluas. Kaltim juga pernah menjadi provinsi terpanas di dunia di Oktober 2021 yakni 38,4 derajat celcius," tukas Tiko.
Lebih lanjut, Tiko juga menjelaskan mengenai sebuah penelitiannya di Berau. Di mana banyak populasi yang meninggal akibat tingginya suhu. Hal tersebut menandakan bahwa di Kalimantan Timur, sudah mengalami krisis.
IKN dan Mitigasi
Tiko berharap pemerintah tidak memaksakan pembangunan IKN tanpa melihat keselamatan dan nasib warga sekitarnya. Sebab, pembangunan dan investasi bertujuan untuk mensejahterahkan rakyat. Namun, pada kenyataannya di lapangan justru sebaliknya.
Baca Juga: Pekerja IKN Siap Huni 16 Rusun yang Rampung
Terlebih pembangunan ini bakal diproses dalam waktu singkat. Padahal luas wilayah mencakup 256 ribu hektare. Yang menurut Tiko sangat tidak masuk akal jika tidak ada mitigasinya.
“Demi kepentingan publik dan keselamatan rakyat, megaproyek ini harus dibatalkan!” pungkasnya.