Tak Berkategori

Dari OTT Bupati Penajam AGM, Politik Dinasti Pintu Masuk Korupsi

apahabar.com, SAMARINDA – Nama Bupati Penajam Paser Utara (PPU) Abdul Gafur Mas’ud (AGM) menambah daftar panjang…

Featured-Image
Bupati AGM, Abdul Gafur Masud dihadapkan KPK kepada awak media dalam konferensi pers, Jumat (14/1) dini hari. Foto: Ist

bakabar.com, SAMARINDA – Nama Bupati Penajam Paser Utara (PPU) Abdul Gafur Mas’ud (AGM) menambah daftar panjang OTT kepala daerah KPK di Kalimantan Timur.

OTT bupati PPU ini adalah yang keempat kalinya, setelah Syaukani (Eks Bupati Kutai Kertanegara 2005), kemudian Rita Widyasari (Eks Bupati Kutai Kertanegara 2010-2015), dan Ismunandar (Eks Bupati Kutai Timur).

KPK sendiri telah menetapkan bupati PPU beserta empat pejabat di PPU dan satu bendahara partai demokrat DPC Balikapapan sebagai tersangka.

Mereka diduga menerima suap pengadaan barang dan jasa serta perizinan untuk pemanfaatan sumber daya alam.
Diketahui nilai pengadaan barang dan jasa berhubungan dengan nilai kontrak sekitar Rp112 miliar untuk proyek multiyears peningkatan jalan Sotek-Bukit subur dengan nilai kontrak Rp58 miliar, dan pembangunan gedung perpustakaan dengan nilai kontrak Rp 9,9 miliar.

Sedang yang berkaitan dengan korupsi terkait perizinan, AGM diduga juga menerima sejumlah uang atas penerbitan beberapa perizinan.

Antara lain, perizinan untuk HGU lahan sawit di PPU dan perizinan bleach plant atau pemecah batu pada Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang PPU.

Pusat Studi Anti Korupsi (Saksi) Fakultas Hukum, Universitas Mulawarman melihat penangkapan AGM menunjukkan, bahwa selain proyek pengadaan barang & jasa, perizinan di bidang sumber daya alam merupakan lahan yang tak kalah subur bagi praktik korupsi di Kaltim.

“Korupsi SDA tidak hanya membawa kerugian bagi individu, tapi juga komunitas, dan masyarakat luas, belum lagi disertai dampaknya terhadap lingkungan,” demikian pertanyaan tertulis SAKSI yang diterima bakabar.com lewat salah satu anggota SAKSI, Herdiansyah Hamzah, Jumat (14/1).

Melihat akar mula deretan kepala daerah yang telah terjerat dalam OTT KPK, tentu tak lepas dari politik dinasti yang menjadi pintu masuknya korupsi.

“Politik dinasti merupakan potret oligarki politik di Kaltim yang telah lama terjadi. Lingkaran kekuasaan yang diisi keluarga dan kerabat merupakan faktor utama penyubur perilaku korup.”

Segala perangkat dan sektor jaringan dalam genggaman segelintir orang dan golongan. Bahkan politik dinasti kian bermertafora dalam berbagai bentuk.

Bukan lagi hubungan darah semata, namun juga merambah pada relasi perkawanan. Tentu saja, praktik korupsi yang marak saat ini adalah wujud kesinambungan historis yang merupakan warisan oligarki yang harus dijadikan musuh bersama.

Praktik korupsi terhadap barang dan jasa yang juga diprediksi akan terus menjamur seiring terpilihnya Kaltim sebagai Ibu Kota Negara (IKN), juga bidang SDA yang rawan korupsi saat proses perizinan.
Dengan potensi SDA yang cukup melimpah di Kaltim, tentu saja pengawasan harus dilakukan bersama oleh masyarakat Kaltim.

“The earth provides enough to satisfy every man’s need, but not every man’s greed ~ Mahatma Gandhi (Bumi menyediakan cukup untuk kebutuhan manusia, tapi tidak keserakahan manusia).”

Sehingga upaya menjaga SDA Kaltim dari para koruptor perlu terus dilakukan bersama, tidak hanya oleh aparat penegak hukum seperti KPK, tapi juga memerlukan keterlibatan masyarakat, penggiat antikorupsi, akademisi di Kaltim terlebih dalam momentum pembangunan IKN baru yang tak terhindarkan bahkan terkesan dipaksakan di tengah guncangan ekonomi akibat pandemi Covid-19.
“Pengawasan dan penegakan hukum harus terus dilakukan agar momentum pembangunan IKN tidak menjadi celah yang dimanfaatkan oleh proyek yang diboncengi kepentingan-kepentingan oligarki,” demikian akhir pernyataan sikap SAKSI.

Oleh karena itu, SAKSI FH UNMUL memberikan catatan dalam menyikapi kasus ini:

1. Penegakan hukum yang dilakukan terhadap kasus korupsi Bupati PPU harus dilakukan dengan transparan

2. Mendesak KPK untuk mengusut tuntas siapapun yang terlibat dalam kasus ini, termasuk kemungkinan perkara lain yang sebelumnya kontroversial.

3. Meminta KPK untuk mempertimbangkan penggunaan delik pencucian uang, terutama terkait dengan harta kekayaan yang tidak bisa dipertanggungjawabkan. Hal ini diperlukan sebagai bagian dari upaya memiskinkan para koruptor.

4. Meminta KPK untuk secara ketat mengawasi daerah-daerah yang kental dengan pendekatan politik dinasti dalam mengelola daerah karena politik dinasti merupakan pintu masuk terjadinya tindak pidana korupsi. (*)

Komentar
Banner
Banner