bakabar.com, BANJARMASIN - Seorang ibu dari pasien bayi di bawah lima tahun (Balita) kecewa atas tindakan yang dilakukan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Ulin Banjarmasin.
Kekecewaannya itu disampaikan melalui story Instagram, dengan nama akun @razqyafrnillahasymi_. Belakangan diketahui, pemilik akun itu Ani Farnila. Namun sekarang sudah dihapus.
Dalam tangkapan layar yang didapat bakabar.com, Kamis (8/12/2022), Ani merasa kecewa dengan tindakan yang dilakukan oleh para dokter RSUD Ulin Banjarmasin terhadap balitanya bernama, Farra.
Niatnya ke RSUD Ulin Banjarmasin untuk menyembuhkan sang anak karena demam dan batuk. Sebelumnya, masih dalam postingannya itu, Ani menjelaskan bahwa sang balita sempat di rawat RS Suaka Insan, RS Bhayangkara, dan terakhir rawat jalan ke dokter paru di Banjarmasin.
Karena tak kunjung sembuh, meski melalui pemeriksaan, termasuk telah mengantongi hasil rontagen dan laboratorium, Farra harus kembali rawat inap di rumah sakit, melalui surat rujukan dokter parunya.
Ia berpikir RSUD Ulin sudah tempat terbaik untuk mengobati sang anak, namun justru malah sebaliknya. Ia bercerita, pertama masuk, Farra masih baik sehat karena batuk dan kejang-kejangnya habya beberapa detik saja, namun badannya sehat.
Selanjutnya masuk Instalasi Gawat Darurat (IGD), Farra dicek darah. Tak berselang lama, dimasukannya infus NAcl yang isinya natrium.
Disebut Ani dalam postingan itu, natrium itu garam, sedangkan anaknya ada infeksi paru-paru. Ia pun berasumsi jika luka diberi garam seperti apa rasa pedihnya. "1 kali diiufus awak (tubuh) anak ku masih tahan," tulisnya.
Namun setelah yang kedua kalinya masuk infus, kata Ani, tubuh Farra mulai ngedrop. Lalu ketiga kalinya langsung benar-benar drop. Dan infus keempat masih dipaksa memasuk oleh pihak RSUD Ulin Banjarmasin. Hingga meninggal dunia.
Ani merasa kecewa karena, sejak awal ia menolak Farra diinfus yang isinya menurutnya garam.
"Sampai anakku meninggal. Di situ aku kecewanya dengan RUMAH SAKIT ULIN, yang TIDAK PERNAH MENDENGARKAN KELUHAN KU, AKU MENANGIS-NANGIS, karena aku tidak mau anak ku di infus natrium," tulis Ani.
"Pas anak ku meninggal lalu si dokternya di sana menyebut ya mungkin tubuhnya tidak menerima dikasih zat natrium itu. Maka sudah tahu saja anak ku infeksi paru harus parunya yang diobati dulu!," lanjut Ani yang merasa ditertawakan dokter karena sering mengeluh.
Ani mempertanyakan di mana keadilan RSUD Ulin, disaat buah hatinya merasakan penderitaan hebat. Ani merasa anaknya jadi komplikasi karena tidak tahan zat natrium itu.
Kekecewaan Ani juga saat kedua kaki anaknya di belah seolah jadi praktek oleh dokter-dokter muda di RSUD Ulin. Belakangan diketahui tindakan itu disebut vena seksi yang bertujuan mencari urat untuk masuk infus.
Rupanya postingan itu membuat gempar media sosial. Mengingat, Ani punya pengikut 8 ribu followers di akun Instagramnya. bakabar.com pun berupaya menemui sang ibu menkonfirmsi hal itu ke rumahnya.
Namun dari teras rumah, hanya ditemui sang paman. “Nah tidak tahu, yang viral apa ya,” ujar sang paman.
Menurut sang paman, Ani belum bisa ditemui. Boleh jadi lantara peristiwa yang telah menimpanya. “Orangnya lagi enggak bisa ditemui. Masih sulit berkomunikasi,” sambungnya.
Respons RSUD Ulin Banjarmasin
Menyikapi hal itu manajeman rumah sakit angkat bicara. Direktur Utama RSUD Ulin, Dr dr Izaak Zoelkarnain Akbar mengatakan apa yang dilakukan rumah sakit sudah sesusai dengan standar.
“Kita bekerja sesuai dengan protokol, bukan asumsi, semuanya dilakukan berdasarkan prosedur,” kata dr Izaak,Kamis (8/12).
Sebelum melakukan tindakan, rumah sakit sudah meminta izin pada orang tua pasien. Surat persetujuan antara manajemen dan rumah sakit pun sudah dibubuhi tanda tangannya.
Dia dengan tegas mengungkapkan apa yang dilakukan rumah sakit diakui sudah sesuai depan poredur. Terkait upaya vena seksi yang dilakukan adalah tindakan darurat oleh rumah sakit agar pasien tidak memburuk. “Vena Seksi itu di Rumah Sakit Ulin sudah ribuan dikerjakan,” ujarnya.
Meski sempat dikabarkan miring, rumah sakit tak akan menempuh jalur hukum atas kejadian tersebut. Pihaknya berasumsi masyarakat pengguna media sosial sudah lebih bijak terkahit hal tersbut.
“Ya tidak. Saya berpikir masyarakat sudah dewasa. Mungkin yang mengeluh satu dua tapi yang juga sembuh ada ribuan orang,” sambung Dirut Izaak.
Namun sayang, hingga kini belum disebutkan secara detil terkait penyakit yang diderita Farah hingga meninggal dunia.
Baca Juga: Syarat RSUD Ulin Banjarmasin Gelar Operasi Jantung Mandiri, 50 Pasien Pertama Harus Tetap Hidup