bakabar.com, SAMPIT - Kisruh antara pedagang resmi Pasar Keramat dan pedagang kaki lima yang menjajakan dagangan di pinggir jalan terus mencuat. Namun di tengah tensi yang meningkat, Camat Baamang, Sufiansyah, memilih langkah yang jarang diambil mengutamakan dialog dan empati.
“Kami tidak ingin ini menjadi konflik. Yang kami harapkan, para pedagang bisa diajak bicara dari hati ke hati. Kita tawarkan solusi, bukan ancaman,” ujar Sufiansyah, Rabu (28/5/2025).
Sufiansyah memahami bahwa para pedagang yang berjualan di atas trotoar dan drainase tidak berada di sana tanpa alasan. Mayoritas dari mereka adalah ibu rumah tangga yang berupaya menambah penghasilan demi mencukupi kebutuhan keluarga.
Namun, keberadaan mereka juga menimbulkan ketimpangan. Pedagang resmi yang membayar sewa kios merasa dirugikan, sementara sebagian warga memanfaatkan fasilitas umum seperti trotoar untuk disewakan demi keuntungan pribadi.
“Ada pemilik rumah yang menyewakan lahan di atas fasilitas umum. Mereka dapat untung ganda, sementara pedagang tetap berjualan dalam kondisi tidak layak,” ungkapnya.
Pendekatan persuasif yang diusungnya bukan tanpa bukti keberhasilan. Salah satunya terlihat dalam penanganan tempat pemotongan ayam ilegal di Jalan Cilik Riwut.
Lewat pendekatan yang santun dan dialog terbuka, pemilik tempat tersebut bersedia membongkar sendiri usahanya tanpa perlu tindakan paksa.
Saat ini, pihak kecamatan bersama kelurahan tengah mempersiapkan pendataan para pedagang kaki lima. Mereka akan diajak untuk secara sukarela pindah ke kios resmi yang telah disediakan pemerintah daerah.
“Kami tahu ini tidak mudah. Tapi kalau pendekatannya tepat, hasilnya bisa lebih baik. Ini bukan sekadar penertiban, tapi bagaimana kita menata kota tanpa melukai warga kecil,” tegas Sufiansyah.
Langkah Camat Baamang ini menuai apresiasi dari berbagai pihak, karena menempatkan kemanusiaan sebagai fondasi dalam menata ruang kota menunjukkan bahwa penertiban bisa dilakukan tanpa kekerasan, dan kebijakan bisa bersentuhan langsung dengan nurani rakyat.