Pemkot Banjarmasin

Blakblakan Wali Kota Banjarmasin ‘Virus’ yang Lebih Berbahaya Ketimbang Covid-19

apahabar.com, BANJARMASIN – Tak hanya Covid-19 yang menghantui kesehatan anak-anak di Banjarmasin. Ada ‘virus’ yang turut…

Featured-Image
Wali Kota Banjarmasin mengungkap virus yang lebih berbahaya ketimbang Covid-19. Foto ilustrasi: ist

bakabar.com, BANJARMASIN – Tak hanya Covid-19 yang menghantui kesehatan anak-anak di Banjarmasin.

Ada ‘virus’ yang turut membahayakan psikologis anak. Segelintir kasusnya bahkan berujung kematian. Di Kemranjen, Banyumas, misalnya, seorang anak meninggal akibat gim online. Dokter menyebut ia mengalami gangguan mental organik (GMO) dan encephalitis.

"Jangan sampai mereka mendapatkan kekerasaan dalam rumah tangga dan terpapar virus selain Covid-19 di lingkungan sekitar. Apakah virus pornografi dan game online yang justru lebih berbahaya daripada Covid-19," ucap Wali Kota Banjarmasin, Ibnu Sina, Jumat (23/7).

Situasi tersebut membuat keadaan tambah ruwet saat momentum Hari Anak Nasional yang diperingati setiap 23 Juli.

Ibnu berpesan bagi orang tua perhatikan masa perkembangan buah hatinya. Pasalnya masa emas pertumbuhan anak hanya sekali seumur hidup.

"Jangan menyesal, oleh karena itu dampingi sejak kecil dan berikan kasih sayang yang cukup oleh orang tuanya," pungkasnya.

Anak anak tumbuh kembang sesuai dengan porsinya sebagai tanggung jawab pemerintah.

Salah satu cara Pemkot Banjarmasin memperbanyak fasilitas bermain anak. Setiap 52 kelurahan minimal satu fasilitas publik tersebut.

Saat ini, Pemkot telah mempunyai ruang bermain ramah anak di Taman Kamboja, Jalan Anang Adenansi, Banjarmasin Tengah. Fasilitas di sana telah disertifikasi Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (P3A).

"Oleh itu kita jaga agar anak anak punya ruang bermain yang cukup walaupun dalam suasana pandemi," ucapnya.

Selain itu, ia mengakui bahwa predikat kota layak anak tidak bisa terlaksana selama 2 tahun terakhir. Alasannya tentu karena pandemi Covid-19.

Namun tercatat sejak 2018 dan 2019, Banjarmasin menyandang predikat kota layak anak tingkat madya.

"Tahun 2021 bisa kita laksanakan hari anak nasional dengan mendengarkan suara anak Banjarmasin," tutur wali kota dua periode tersebut.

HAN 2021, Banjarmasin Lahirkan 55 Anak Korban Kekerasan hanya Dalam 6 Bulan!

Diperingati setiap 23 Juli, Hari Anak Nasional tahun ini masih meninggalkan sederet catatan. Tindak kekerasan fisik hingga seksual terus menghantui anak-anak di Banjarmasin.

Catatan buram tersebut diperparah dengan pembatasan aktivitas yang dilakukan pemerintah yang kerap bergonta-ganti istilah. Menginjak tahun kedua pandemi, angka kasus kekerasan anak di Banjarmasin tumbuh subur. Angkanya bahkan mencapai ratusan kasus.

Baca selengkapnya di halaman selanjutnya:

Hari Anak Nasional: Ekonomi & Pandemi Pacu Kekerasan Anak di Banjarmasin

Bicara jumlah, tahun ini bisa saja kasusnya meningkat dibanding sebelumnya. Sepanjang 2020 lalu Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Banjarmasin mencatat sebanyak 77 anak dan perempuan korban kekerasan.

Namun jumlah itu bisa saja meningkat mengingat sampai Juni ini P2TP2A sudah mencatat 55 anak-perempuan menjadi korban represi di Banjarmasin.

Kepala P2TP2A Banjarmasin Iwan Fitriadi menyebut kondisi tersebut lumrah terjadi di daerah lain. "Di seluruh Indonesia juga sama. Ada peningkatan terus di masa pandemi atau sebelum pandemi," ujar Kepala P2TP2A Banjarmasin Iwan Fitriadi kepada bakabar.com.

Alasan klasik menjadi faktor seseorang melakukan kekerasaan terhadap anak. Sebagian besar penyebabnya faktor ekonomi.

"Apalagi pandemi orang tuanya kehilangan pekerjaan dan lain sebagainya," ucapnya.

Kasus kekerasaan anak dan perempuan seperti dua sisi koin. Sisi negatifnya, P2TP2A terus menerima penambahan kasus kekerasaan anak. Sisi positifnya, masyarakat makin percaya dan peduli dengan kesehatan anak saat laporan semakin bertambah banyak.

"Karena kekerasaan terhadap anak dan perempuan lebih dikenal dengan fenomena gunung es. Yang dilaporkan sekitar 10, yang terjadi di masyarakat lebih dari itu, tetapi tidak dilaporkan," ucapnya.

Di P2TP2A, umumnya kasus kekerasaan anak diselesaikan secara kekeluargaan, dan juga hukum pidana.

"Jika tak bisa dimediasi, otomatis kasusnya diambil alih penegak hukum," ujarnya.

Menghapus budaya enggan melapor jadi fokus P2TP2A saat ini. Masih banyak pihak menganggap kasus kekerasan tak ubahnya aib keluarga.

"Kita ini tetangga, tapi anak samping rumah rancak [sering] dipukuli tapi kita tidak peduli karena dipandang sebagai aib keluarga. Itu anggapan yang ingin kita hapus," tegasnya.

Iwan berharap pandemi kali ini membuat perayaan Hari Anak Nasional lebih bermakna.

"Semakin sering berkumpul di rumah karena ada pembatasan kegiatan semoga semakin mengerti kebutuhan anak," ujarnya.

"Anak-anak jangan lemah, harus tetap bergembira meski belajar di rumah," sambungnya.

Ketika Kegiatan Dibatasi, Kejahatan Anak di Banjarmasin Justru Meningkat!



Komentar
Banner
Banner