bakabar.com, AMUNTAI – Polisi baru saja menggerebek SPBU Banua Lima. Kendati begitu, operasional SPBU tetap berjalan normal.
Pasalnya, hanya satu mesin pengisi Dexlite yang disegel. Garis polisi masih melingkar hingga Minggu malam (26/12).
Praktis, hanya penjualan bahan bakar diesel nonsubsidi saja yang berhenti. Itu sampai penyelidikan oleh polisi selesai.
Adanya penggerebekan SPBU Banua Lima ternyata baru diketahui oleh para pengecer BBM di kawasan Kebun Sari tersebut.
RAM salah satu pengecer BBM di sana bahkan sempat tak tahu adanya penyegelan.
“Kami baru-baru saja tahu, karena garis polisinya kecil,” ujarnya ditemui bakabar.com di kios tempatnya berjualan.
RAM mengaku tak tahu menahu apalagi polisi yang menyanggongi SPBU Benua Lima tak mengenakan seragam dinas.
“Tidak ada yang memakai baju polisi, kami kira malah tutup POM bensin tersebut,” ujarnya.
RAM mengaku jika SPBU Benua Lima merupakan lokasi favoritnya melangsir BBM.
Menunggangi Suzuki Thunder, sekali jalan ia bisa mendapat 10 sampai 20 liter BBM beragam jenis.
Biasanya RAM memilih waktu pagi. Itu demi menghindari pengawasan polisi.
“Tapi sementara kami setop dulu, karena persediaan masih ada,” ujarnya.
Pertamina sudah melarang warga di tanah air untuk melangsir atau menjual ulang BBM dari SPBU.
Namun RAM tetap saja tergiur keuntungan berlipat dari hasil penjualan ulang itu.
Diketahui harga Pertamax hasil pelangsiran dijualnya Rp11 ribu, sedang Pertalite Rp10 ribu.
Padahal harga normal Pertamax hanya berkisar Rp9.200, sedang Pertalite Rp7.850.
Lantas, adakah sejumlah uang yang ia setor untuk memuluskan praktik melangsirnya itu? Soal ini, RAM tak bersedia menjelaskan.
Penelusuran bakabar.com, terdapat sedikitnya lima kios pengecer BBM di seputar SPBU Banua Lima, Amuntai Tengah, Hulu Sungai Utara (HSU). Namun hanya RAM yang mau buka-bukaan oleh media ini.
“Biasa sehari dua kali bolak-balik saya melangsir Pertalite, Pertamax, dan Premium,” ujarnya.
Beda dengan RAM, AM pelangsir lain di Kebun Sari memilih irit berbicara.
“Saya tidak tahu, memang kami juga tidak pernah melangsir bahan bakar itu [Dexlite],” singkat AM.
Sementara tiga kios lainnya terpantau tutup saat bakabar.com melakukan penelusuran pada Minggu siang.
“Mereka rajin buka saat malam,” ujar AM.
Sebagai pengingat ancaman enam tahun penjara dan denda maksimal Rp30 miliar menanti siapa saja yang terbukti memperjualbelikan kembali BBM dari SPBU.
Sesuai UU 22 tahun 2001 tentang migas, larangan juga berlaku pada kios-kios milik warga. Terlebih yang berlokasi di tengah kota mengingat risiko keselamatan penjual BBM sendiri karena Pertalite, Pertamax maupun Premium sangat mudah terbakar. Belum lagi kelangkaan BBM yang berpotensi terjadi.
Bagi pengelola SPBU yang terindikasi sengaja mengoplos BBM nonsubdisi seperti SPBU Banua Lima terancam dikenakan Pasal 54 UU 22/2001 tentang Migas. Ancaman dendanya lebih tinggi; Rp60 miliar ditambah 6 tahun penjara.
Tak hanya UU Migas, pengelola SPBU culas juga bisa dikenakan Pasal 62 Junto Pasal 8 UU 8/1999 tentang Perlindungan Konsumen.
Seperti diwartakan sebelumnya, polisi menyita sedikitnya tiga truk BBM dari tangki penampungan Dexlite di SPBU Banua Lima, Kamis (23/12).
Ratusan ribu liter BBM yang kabarnya telah berubah warna itu dibawa polisi ke laboratorium milik Pertamina guna uji sampel.
Mengenai kelanjutan penyelidikan, Pertamina Marketing Operation Regional VI Kalimantan masih enggan berbicara banyak.
“Sudah ada kepolisian yang menginvestigasi. Jika terbukti salah ya diberikan sanksi sesuai aturan,” ujar Susanto August Satria, Unit Manager Commrel & CSR dihubungi Minggu (26/12).
Selebihnya, Satria mengarahkan media ini ke pihak kepolisian. Upaya konfirmasi masih terus dilakukan media ini di Polda Kalsel. (*)
Kronologis pengungkapan di halaman selanjutnya: