Hot Borneo

Blakblakan, Anggota Dewan HST Ngaku Jadi Makelar Proyek di Kasus Korupsi Abdul Latif

Anggota DPRD Hulu Sungai Tengah (HST), Yazid Fahmi, blak-blakan mengaku jadi makelar proyek dalam kasus korupsi Abdul Latif.

Featured-Image
Yazid mengaku bisa menjadi makelar karena kedekatannya dengan terdakwa Abdul Latif, yang saat itu menjabat sebagai bupati.

bakabar.com, BANJARMASIN - Anggota DPRD Hulu Sungai Tengah (HST), Yazid Fahmi, blak-blakan mengaku jadi makelar proyek dalam kasus korupsi Abdul Latif.

Pengakuan itu disampaikan saat menjadi saksi dalam sidang korupsi mantan Bupati HST, Abdul Latif, di Pengadilan Tipikor Banjarmasin, Jumat (31/3).

"Saya nggak punya perusahaan. Saya hanya sebagai penghubung," akunya dihadapkan majelis hakim yang diketuai, Jamser Simanjuntak. 

Yazid mengaku bisa menjadi makelar karena kedekatannya dengan terdakwa Abdul Latif, yang saat itu menjabat sebagai bupati.

Dari kedekatan itulah Yazid bisa menghubungkan para kontraktor kepada dinas-dinas, untuk mendapatkan proyek pekerjaan di HST.

Selain itu, dari hasil menjadi makelar proyek, Yazid mengaku mendapatkan komisi separuh dari keuntungan kontraktor. "Saya mendapat 50 persen dari keuntungan," bebernya.

Sementara saksi lain, Muhammad Ilmi mengaku kerap memberikan fee proyek saat mendapatkan pekerjaan di HST. "Fee 10 persen dari nilai kontrak," bebernya.

Fee tersebut kata Ilmi, diserahkan kepada Ketua Kadin HST yang saat itu dijabat Fauzan Rifani. "Tapi saya tidak tahu duit itu mengalir ke aman," katanya.

Pada sidang tersebut, Jaksa Penuntut KPK menghadirkan empat saksi. Pertanyaan yang disodorkan masih seputar pemberian fee proyek yang diduga diterima Abdul Latif.

Diketahui Abdul Latif didakwa atas kasus korupsi berupa gratifikasi dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TTPU) oleh Jaksa Penuntut KPK.

Latif didakwa telah menerima gratifikasi sebesar Rp41 miliar lebih yang di dapat dari jabatannya sebagai bupati tahun 2016 - 2017.

Dia dijerat pasal 12 B juncto pasal 18 Undang Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64 Ayat (1) Kitab Undang Undang Hukum Pidana (KUHP).

Kemudian dalam dakwaan kedua, JPU menjerat dengan pasal 3 Undang Undang RI Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang Juncto Pasal 65 ayat (1) KUHPidana.

Baca Juga: Buka-bukaan, Setoran Fee 6 Kontraktor ke Abdul Latif Bikin Geleng Kepala!

Editor


Komentar
Banner
Banner