Habar Pemilu 2024

Bisa Dipenjara! Bawaslu Banjar Ungkap 9 Potensi Tindak Pidana Data Pemilih Pemilu 2024

Bisa Dipenjara! Bawaslu Banjar Ungkap 9 Potensi Tindak Pidana Data Pemilih Pemilu 2024

Featured-Image
Bawaslu Banjar ungkap 9 delik pidana pelanggaran data pemilih dalam rakor fasilitasi Sentra Gakkumdu. Foto-apahabar.com/Hendra Lianor

bakabar.com, MARTAPURA - Menjelang pemutakhiran daftar pemilih tetap (DPT) Pemilu 2024, Bawaslu Kabupaten Banjar mengungkap 9 potensi tindak pidana data pemilih.

Ketua Bawaslu Banjar, Fajeri Tamzidillah mengatakan data pemilih yang akurat sangat penting dalam menyukseskan pemilu, sebab surat suara dicetak berdasarkan DPT.

Meski demikian, ia menilai sebagian masyarakat sebagai pemilih masih abai sehingga punya celah dimanfaatkan untuk kepentingan tertentu.

"Yang paling peduli dengan data pemilih adalah penyelenggara pemilu, kemudian peserta pemilu karena peserta ini paling punya kepentingan," ujar Fajeri dalam rakor fasilitasi Sentra Gakkumdu tahapan pemutakhiran data pemilih dan penyusunan daftar pemilih bertema Penanganan Pelanggaran Pidana Pemilu yang Afirmatif, digelar Bawaslu Banjar pada 17-18 Juni tadi.

"Sedangkan masyarakat kadang-kadang masa bodoh mau terdaftar atau tidak, tapi maunya ketika pencoblosan mereka harus ikut mencoblos," sambung Fajeri.

Padahal, kata Fajeri, perkara daftar pemilih ini sering kali jadi polemik saat pemungutan suara.

Ia mencontohkan, ada pemilih dalam satu TPS yang tidak terdaftar sebagai pemilih. Hal ini hampir tiap pemilu terjadi.

Sementara itu, anggota Bawaslu Banjar, M Syahrial Fitri mengatakan dalam UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu ada sejumlah delik pidana tentang data pemilih. Di antaranya mengurangi atau menambah DPT yang sudah ditetapkan KPU.

"Ada juga delik pidana pemalsuan data pemilih, kemudian menghalang-halangi proses pemutakhiran data pemilih. Sejauh ini kami memang belum menemukan adanya pelanggaran," ujar Syahrial.

Ia menambahkan, nantinya saat rapat pleno penetapan DPT oleh KPU ada potensi keberatan-keberatan baik itu dari peserta pemilu maupun masyarakat, jika mereka tidak masuk dalam DPT.

"Makanya dalam rakor ini sangat penting untuk memetakan potensi pelanggaran daftar pemilih, sehingga jika itu terjadi harus menggunakan konsep penanganan pelanggaran secara afirmatif sesuai visi misi Bawaslu RI," tandas Syahrial.

Pada kesempatan itu, Bawaslu Banjar menghadirkan narasumber akademisi hukum pidana dari Universitas Lambung Mangkurat (ULM) Banjarmasin, Achmad Ratomi.

Ia merangkum 9 delik pidana pelangaran daftar pemilih sesuai UU 7 Tahun 2017 tentang Pemilu sebagai berikut:

  1. Pasal 488: Memberikan keterangan palsu tentang identitas pemilih. Pelakunya bisa siapa saja, seperti memberi keteragan palsu identitasnya maupun orang lain sehingga berdampak pada daftar pemilih. Ancaman hukuman pidana maksimal 1 tahun penjara dan denda Rp12 juta.
  2. Pasal 489: Tidak mengumumkan atau memperbaiki daftar pemilih sementara (DPS). Pelakunya hanya panitia pemungutan suara (PPS) atau panitia pemilhan luar negeri (PPLN). Seperti dengan sengaja tidak mengumumkan atau memperbaiki DPS setelah mendapat masukan dari masyarakat atau peserta pemilu. Ancaman hukuman pidana maksimal 6 bulan penjara dan denda Rp6 juta.
  3. Pasal 510: Menyebabkan orang lain kehilangan hak pilihnya. Pelakunya bisa siapa saja. Dalam pasal ini bentuk perbuatan konkritnya tidak disebutkan, namun cukup ada bukti bahwa akibat perbuatan pelaku orang lain kehilangan hak pilih. Ancaman hukuman pidana penjara maksimal 2 tahun dan denda Rp24 juta.
  4. Psl 511: Menghalangi seseorang untuk terdaftar sebagai pemilih. Pelakunya bisa tiap orang. Perbuatannya dengan mengancam kekerasan, atau dengan menggunakan kekuasaan menghalangi seseorang untuk terdaftar sebagai pemilih. Misalnya antara bos dan anak buah. Perbuatan ini diancam penjara maksimal 3 tahun dan denda Rp36 juta.
  5. Pasal 512: Tidak menindaklanjuti temuan pengawas yang berkaitan dengan pemutakhiran data pemilih dan penyusunan, pengumuman, perbaikan DPS yang berakibat merugikan pemilih. Pelakunya bisa anggota KPU hingga jajarannya di bawahnya. Ancaman pidana penjara maksimal 3 tahun dan denda Rp36 juta.
  6. Pasal 513: Tidak memberikan salinan DPT kepada Parpol peserta pemilu. Pelakunya Anggota KPU. Tindak pidana ini bekaitan dengan pelanggaran kewajiban yang dimiliki KPU kabupaten/kota sebagaimana diatur dalam Pasal 208 ayat (5). Ancamannya pidanapenjara maksimal 2 tahun dan denda 24 juta rupiah.
  7. Pasal 543: Tidak menindaklanjuti temuan/laporan terhadap pelanggaran etik, administrasi, atau pidana yang dilakukan oleh KPU. Pelakunya adalah Bawaslu hingga jajarannya di bawah, karena tidak menjalankan tugas pengawasan pemutakhiran dan penyusunan data pemilih. Ancamannya pidanapenjara maksimal 2 tahun dan denda 24 juta rupiah.
  8. Pasal 544: Memalsukan data dan daftar pemilih. Pelakunya bisa siapa saja, yang dengan sengaja melakukan perbuatan melawan hukum memalsukan data dan daftar pemilih. Ancaman hukuman pidana maksimal 6 tahun penjara dan denda maksimal 72 juta.
  9. Pasal 545: Menambah atau mengurangi daftar pemilih yang telah ditetapkan. Pelakunya anggota KPU hingga jajaran di bawahnya. Deliknya tindak pidana ini dilakukan setelah penetapan DPT dan secara melawan hukum. Ancaman hukum pidana penjara maksimal 3 tahun dan denda 36 juta.
Editor


Komentar
Banner
Banner