bakabar.com, JAKARTA - Tragedi Km 171 Tanah Bumbu di Kalimantan Selatan masih jadi nyinyiran. Biang keroknya belum juga ditetapkan. Walhi menyoroti fakta itu.
"Kasus longsor Km 171 yang berlarut ini menggambarkan betapa tidak berdayanya negara di hadapan korporasi perusak lingkungan," kata aktivitas Walhi dari Kalsel, Muhammad Jefry Raharja kepada bakabar.com, Sabtu (26/8).
29 September nanti, usia tragedi itu genap setahun. Ulang tahun pertama bagi kerusakan yang memalukan itu.
Baca Juga: Km 171 Tanah Bumbu Tergantung Deal ESDM dan Penambang
Baca Juga: Menteri ESDM Menghindar Ditanya Status Tragedi Km 171 Tanah Bumbu
Suara aktivitas sudah terlalu sering dilantangkan. Legistatif dan pemerintah daerah juga intens membawa kasus ini ke pusat. Ke Kementerian.
Tapi nyatanya; setidaknya hingga detik ini, belum ada perbaikan. Apalagi menetapkan siapa yang harus bertanggung jawab.
"Ini memperlihatkan tidak seriusnya negara menjawab persoalan rakyat. Ditambah semakin banyaknya rakyat dikriminalisasi akibat melawan korporasi perusak lingkungan yang rakus dan serakah," tuding Cecep -panggilan akrab Jefry Raharja.
Tak cuma soal perbaikan. Ia juga menyoroti penagakan aturan. Sebab kerusakan Km 171 bukan karena bencana alam. Tapi ulah pertambangan.
Apalagi, Kementerian sudah menyimpulkan longsor itu disebabkan karena tambang ilegal. Artinya, harus ada yang bertanggung jawab. Kata Cecep, tinggal action pemerintah.
"Harusnya saat ini juga kementerian dalam hal ini negara punya kewenangan untuk melakukan penegakan hukum. Bersama alat keamanan negara yaitu pihak kepolisian," tuturnya.
Kalaupun tak menemukan pelaku penambangan ilegal, pemerintah punya bahan lain. Yakni PT Arutmin Indonesia. Karena, titik longsor itu masuk wilayah konsesi mereka.
Di bagian ini, ia mempertanyakan kebijaksanaan pemerintah. Tanya dia; apakah negara sudah cukup bijak melihat situasi? Di situ ada carut-marut perizinan, buruknya pengelolaan sumber daya alam hingga lingkungan.
"Kita bisa melihat di mana posisi negara sekarang. Apakah bersama rakyat, atau hanya menjadi alat legitimasi korporasi perusak lingkungan," sindirnya.
Baca Juga: Kementerian Cari Biang Kerok Tragedi Km 171 Tanah Bumbu
Kali ini, tudingan Cecep lebih keras. Menurutnya, kerusakan lingkungan juga ada campur tangan pemerintah.
Kata dia, bisa-bisanya konsesi perusahaan tumpang tindih dengan permukiman. Bahkan fasilitas negara.
"Artinya upaya penghancuran ruang hidup ini terjadi secara sistematis melalui negara dan regulasinya," katanya.