bakabar.com, JAKARTA - Sania Leonardo merupakan salah satu TikToker yang terkenal dengan gaya bicara ceplas-ceplos. Konten parodi yang dipadu gaya cablaknya itu sukses menuai gelak tawa dari netizen.
Namun, siapa sangka, di balik kepribadiannya yang nampak ceria, wanita kelahiran November 1999 itu mengidap gangguan mental.
Lebih tepatnya, Bipolar Disorder II – gangguan mental yang menyebabkan suasana hati berubah secara ekstrem.
Sania semula tak menyangka bahwa dirinya mengidap gangguan mental. Terlebih lagi, orang tuanya terbilang konservatif, di mana perasaan yang dia alami kala itu malah dianggap berkaitan dengan hal-hal klenik.
“Ibuku pendeta, jadi aku sering dibilangin, ‘itu (perasaannya) gara-gara kurang ibadah’, ‘kurang bersyukur’, ‘jarang pergi ke gereja’,” ungkapnya dalam Konferensi Pers Peluncuran Kampanye #SeeingTheUnseen, Rabu (12/10).
Pernah Melakukan Percobaan Bunuh Diri
Kalimat yang demikian, bagi Sania, justru semakin memperparah kondisinya. Dia bahkan sampai memiliki kecenderungan self-harm alias menyakiti diri sendiri.
Hal tersebut pernah dia sampaikan dalam kesempatan berbeda, tepatnya melalui kanal YouTube deHakims Story pada 2021 lalu. Kepada Irfan Hakim, Sania mengaku sempat melakukan percobaan bunuh diri di rel kereta.
Pemilik akun TikTok @panggilakubambang ini sendiri tak tahu apa yang membuatnya ingin mengakhiri hidupnya.
Beruntung, kala itu, seseorang menarik tangan Sania, sehingga dia selamat dari terjangan kereta api yang hendak melintas.
Kejadian yang berlangsung pada 2017 itu membuat Sania memutuskan untuk berkonsultasi dengan ahli jiwa. Benar saja, dirinya pun didiagnosis mengidap gangguan mental berupa Bipolar Disorder.
Jangan Ucapkan Kata Ini pada Penderita Bipolar
Belajar dari pengalamannya itu, Sania pun mengungkapkan hal-hal apa saja yang sekiranya tak elok untuk dilontarkan kepada penyintas Bipolar.
Mengingat, orang yang cenderung melakukan self-harm enggan mendengarkan orang lain.
“Orang-orang yang cenderung ingin melakukan itu (self-harm) suka menutup telinganya sendiri dan berpusat kepada hal negatif yang ada di dalam kepalanya,” ujar dara kelahiran Samrinda, Kalimantan Timur ini.
Sebab itu, pesan Sania, jangan memperparah kondisi tersebut dengan mengatakan kalimat yang terkesan menyalahkan mereka.
Seperti, “Kamu tuh orangnya enggak bersyukur,” atau “Kamu tuh orangnya jarang ibadah,” dan sejenisnya.
Alih-alih menyalahkan sang penyintas, lebih baik berikan dukungan dengan mendengarkan kisah mereka, lalu memeluknya.
Atau, bisa juga melakukan hal-hal yang sekiranya mampu mendistraksi mereka dari pikiran negatif tersebut.
Sania mencontohkan, dari kisah sepupunya yang juga melakukan self-harm, orang-orang di sekitarnya mendistraksi dia dengan cara mengajak jogging. “Atau coba kasih es batu; itu tidak melukai mereka, tapi rasa nyerinya sama (seperti menyayat kulit sendiri),” bebernya.
Terpenting, jika pikiran negatif sudah kadung menguasai diri dan self-harm pun tak lagi terbendung, segera konsultasikan dengan psikolog atau psikiater.