bakabar.com, JAKARTA - Kabar duka menyelimuti rumah tangga Nur Hasim dan Nur Faizah. Pasangan suami istri asal Gresik, Jawa Timur itu kehilangan bayi perempuannya yang baru berusia 38 hari gegara suara ledakan petasan.
Kejadian nahas tersebut bermula pada Sabtu (22/4) sekira pukul 19.00 WIB. Ketika itu, tetangga Hasim dan Faizah menyulut petasan saat putri kedua mereka sudah beristirahat di kamar. Usai mendengar suara ledakan, si bayi menunjukkan gejala tak biasa.
Bayi berinisial HDN itu menangis dan kaget, sampai-sampai mata kanannya tertutup dan lidahnya terbalik ke atas. Sang ibu sontak berusaha memberikan ASI, namun mengalami kesulitan karena kondisi putrinya yang demikian.
Khawatir kondisinya semakin memburuk, Hasim dan Faizah pun membawa putrinya ke rumah sakit. HDN lantas dimasukkan ke ruang ICU. Hasil CT Scan menunjukkan adanya pembuluh darah otak yang pecah.
Dokter Spesialis Anak, Kurniawan Satria Denta, mengatakan pecahnya pembuluh darah otak pada bayi memang rentan terjadi saat umurnya di bawah 60 hari. Suara petasan belum tentu menjadi penyebabnya, namun itu bisa 'memantik' kondisi tersebut.
Adapun suara petasan memang bisa membuat bayi kaget. Hal tersebut mengingat pada bayi, masih terdapat refleks moro, yang berpotensi muncul sewaktu-waktu, manakala terjadi suara keras.
“Kemungkinan terbesar adalah akan menyebabkan gangguan pendengaran, mulai dari ringan sampai berat,” jelasnya soal dampak dari reflek moro yang dipicu suara, sebagaimana dikutip dari detikHealth, Minggu (30/4).
Lantas, Apa Itu Refleks Moro?
Refleks moro atau refleks kejut mengacu pada respons motorik tak sadar yang dialami bayi, utamanya ketika mereka baru lahir. Kondisi ini bisa dipicu oleh berbagai faktor, di antaranya suara kencang, cahaya intens, dan gerakan tiba-tiba.
Hal itu dapat membuat bayi merentangkan tangan, menggerakkan kaki, melengkungkan punggung, melemparkan kepala ke belakang, hingga kembali ke posisi sebelum mereka menunjukkan refleks kaget.
Dalam kondisi ini, bayi bisa saja menangis atau tidak. Tidak perlu panik bila si kecil kerap mengalami refleks moro, sebab ini adalah kondisi normal yang lazim dialami bayi sampai berusia 2 - 4 bulan.
Pada beberapa kasus, refleks moro berlebihan dan parah juga menandakan gejala hiperrefleksia atau kondisi neurologis bawaan bayi baru lahir. Keadaan ini menimbulkan kaget berlebih, kekakuan otot, anggota badan kaku, dan sulit digerakkan.
Lakukan Ini jika Bayi Mengalami Refleks Moro
Refleks moro memang merupakan respons alami yang normal terjadi pada bayi. Namun, saat bayi terlalu sering menunjukkan refleks moro, mungkin menjadi tanda ia merasa tidak nyaman karena kondisi tertentu.
Hal ini harus segera ditangani, sebab bisa membuat bayi rewel hingga tak bisa tidur nyenyak. Salah satunya, dengan mendekap bayi saat sedang merebahkannya. Hal ini dianggap dapat menghilangkan sensasi terjatuh yang dirasakan oleh bayi, saat sedang direbahkan.
Selain itu, perhatikan pula cara berjalan, menutup pintu, serta menaruh benda saat bayi tidur. Kalau biasanya orang tua sesuka hati melakukannya, perlu belajar meminimalisir kebisingan untuk mencegah refleks moro berlebihan.
Cara lainnya ialah ciptakan ruang tidur yang nyaman untuk bayi. Seperti, meredupkan cahaya atau lampu kamar, serta tidurkan bayi di tempat tidur dengan permukaan yang rata dan kokoh agar mereka tidak terganggu.