bakabar.com, JAKARTA - Kabaintelkam Polri Komjen Pol Wahyu Widada melakukan pemetaan terhadap potensi gangguan keamanan dan ketertiban masyarakat (kamtibmas) dalam gelaran Pemilu 2024.
Sebab Polri perlu memitigasi potensi kerawanan yang bakal terjadi dalam pesta demokrasi yang digelar serentak 2024 mendatang.
"Pertama melaksanakan pemetaan potensi gangguan keamanan dan ketertiban masyarakat (kamtibmas) setiap tahapan pemilu," kata Wahyu dalam Rapat Bersama Komisi III DPR RI di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (19/6).
Baca Juga: Kapolri Sigit Berjanji Bakal Netral Kawal Pemilu 2024!
Wahyu menambahkan bahwa indeks potensi kerawanan Pemilu (IPKP) merupakan informasi yang dikantongi untuk ditindaklanjuti bersama Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).
"Pendekatan kami adalah untuk potensi gangguan kamtibnas yang akan muncul seperti apa," ujarnya.
Menurutnya pendekatan pengamanan yang dilakukan Polri berorientasi pada potensi gangguan kamtibmas sehingga pihaknya dapat memberikan masukan kepada pimpinan untuk menyusun rencana operasi yang dapat mengamankan jalannya Pemilu 2024 dengan baik.
Polri sudah melakukan pemetaan wilayah potensi rawan pemilu pada Februari 2023. Wilayah Jawa Timur (Jatim) dan Papua menjadi lokasi yang paling rawan mengganggu ketertiban saat Pemilu 2024.
Baca Juga: Dewan Pers Minta Parpol Tak Pelit Informasi soal Pemilu 2024
Meski begitu, sambung Wahyu, kondisi tersebut bersifat dinamis dan masih bisa berubah. Dalam proses pemetaan wilayah potensi rawan masih menggunakan alat ukur yang sama pada 2019.
"Tahap ketiga belum dilaksanakan karena nanti akan dilaksanakan pada Oktober 2023," tambah Wahyu.
Kemudian, Polri akan bekerja sama dengan penyelenggara pemilu, seperti Komisi Pemilihan Umum (KPU), Bawaslu, dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).
Polri melakukan 'cooling system' dengan melibatkan seluruh tokoh nasional, tokoh agama, dan tokoh adat untuk mendukung pemilu yang lancar dan damai. Hal ini demi menjalankan operasi dalam rangka menciptakan situasi kamtibnas tetap kondusif.
"Termasuk, memonitoring media sosial terkait isu-isu hoaks, ujaran kebencian, dan melaksanakan deteksi aksi intelijen sebagai bentuk antisipasi mereduksi isu-isu agar tidak menyebar sehingga tidak terjadi polarisasi masyarakat," pungkasnya.