Fenomena Sepeda Listrik

Bahaya Sepeda Listrik Dikendarai Anak-Anak, Praktisi: Itu Bukan Mainan

Viralnya sebuah peristiwa kecelakaan yang melibatkan antara pengendara sepeda listrik dengan mobil boks, sehingga mengakibatkan korban jiwa.

Featured-Image
Ilustrasi warga saat menggunakan sepeda listrik di jalan raya. Foto: net

bakabar.com, JAKARTA - Viralnya sebuah peristiwa kecelakaan yang melibatkan antara pengendara sepeda listrik dengan mobil boks, sehingga mengakibatkan korban jiwa.

Dilihat dari akun instagram @mksinfo.official, hal itu diduga disebabkan oleh anak kecil yang mengendarai sepeda listrik hingga ke jalan raya.

Melihat fenomena tersebut, Praktisi Keselamatan yang juga Founder dari Defensive Driving Consulting (JDCC), Jusri Pulubuhu menyebut bahwa masih banyak masyarakat yang menganggap bahwa sepeda listrik sebagai 'mainan'.

"Ini sudah menjadi satu fenomena yang ada di masyarakat, di mana paradigma (anggapan) mereka mengatakan bahwa sepeda listrik itu adalah sebuah mainan, karena dari dimensinya yang lebih kecil, cuma tidak perlu dikayuh," ujar Jusri saat dihubungi bakabar.com, Rabu (2/8).

Baca Juga: Syarat Baru Subsidi Motor Listrik, 1 KTP untuk Pembelian 1 Unit

Padahal, menurutnya, ketika sepeda listrik dibiarkan bebas di jalan raya, maka akan berisiko untuk berbenturan dengan kendaraan lainnya.

"Kemudian objek ini memiliki risiko yang lumayan, seperti cedera fatal hingga kematian," ungkapnya.

Fenomena itu seakan menjadi tradisi yang salah, sehingga banyak di kota ataupun daerah kecil di Indonesia yang kerap kali terlihat berlalu-lalang di jalan raya.

Padahal, pemerintah melalui Kementerian Perhubungan (Kemenhub) telah membuat peraturan terkait aktivitas sepeda listrik di jalan raya.

Baca Juga: Motor Listrik Hasil Konversi, Kemenhub Buka Layanan Pengujian Keliling

Beleid itu melalui Permenhub Nomor 20 Tahun 2020, tentang kendaraan tertentu dengan menggunakan penggerak motor listrik.

Dalam Permenhub tersebut, ada beberapa peraturan bagi sepeda listrik, di antaranya lampu utama, alat pemantul cahaya (reflector) posisi belakang, atau lampu.

Lalu juga sistem rem yang berfungsi dengan baik,
Alat pemantul cahaya (reflector) di kiri dan kanan;
Klakson atau bel, dan kecepatan paling tinggi 25 km/jam (dua puluh lima kilometer perjam).

Sayangnya, aturan ini tidak diikuti oleh kementerian yang lain, sehingga masyarakat dengan sangat mudah bisa mendapatkan sepeda listrik, karena dijual di berbagai tempat.

Baca Juga: Kisah Lahirnya Filosofi Jinbai-Ittai pada Mobil Mazda

Untuk itu, Jusri menyarankan harus ada Surat Uji Tipe (SUT) bagi setiap sepeda listrik yang menjadi pegangan bagi para Agen Tunggal Pemegang Merek (ATPM) sepeda listrik.

Dari SUT itu lah yang kemudian seharusnya melibatkan antara Kementerian Perindustrian dan Perhubungan, sehingga tercipta intra departement.

Hal itu demi mengantisipasi kejadian maut terjadi, hingga menjadi mewabah dan menimbulkan konsekuensi fatal, baru ada tindakan.

Jika sudah demikian, menurutnya akan sangat sulit, karena faktor mudahnya mendapatkan sepeda listrik itu sendiri.

“Jadi kasus kecelakaan kemarin, adalah suatu pembuktian lemahnya kita menyikapi satu fenomena teknologi baru, budaya baru. Harusnya sudah disikapi pemerintah dari jauh hari sebelum menyebabkan korban," katanya.

Baca Juga: 5 Langkah yang Harus Dilakukan Agar Anak Nyaman di Dalam Mobil

Untuk itu, ia menuturkan berbagai pihak juga harus bahu-membahu untuk mengantisipasi kejadian ini terulang.kembali.

Dari sisi masyarakat, ia menyebut harus adanya edukasi tentang kesadaran keselamatan. Dengan begitu, masyarakat tidak lagi membiarkan anak-anaknya bermain sepeda listrik di jalan raya.

"Tolong tingkatkan kesadaran tentang keselamatan, oleh karena itu pahami tingkat resiko ketika berada di jalan raya. Jangan pernah biarkan anak kecil membawa sepeda motor itu," pungkasnya.

Lebih lanjut ia meminta untuk mengikuti Permenhub itu di mana anak kecil di bawah 12 tahun tidak boleh mengoperasikan sepeda listrik di,manapun, termasuk di jalan ataupun di daerah terbatas.

"Mereka harus ditemani oleh orang tuanya, atau dalam pengawasan," imbuhnya.

Baca Juga: Hyundai Pony, Mobil Pertama yang Diproduksi Massal dan Diekspor

Ia pun mencermati lemahnya hukum di Indonesia, yang tidak memungkinkan orang tua dari seorang anak yang melakukan kesalahan di jalan raya dapat dihukum.

Hal itu berbeda dengan penegakan hukum di beberapa negara lainnya, yang dapat menghukum sang orang tua, karena dianggap lalai dalam menjaga anaknya.

Selain itu, dari sisi pengelola penyediaan sepeda listrik, juga berperan andil dalam kejadian seperti ini. Mereka seakan sengaja mencopot pedal dari sepeda listrik, sehingga tidak terlihat seperti sebuah sepeda listrik.

Padahal, sebuah sepeda listrik umumnya memiliki pedal di setiap unitnya.

Baca Juga: Beli Mobil Suzuki Sekarang Berhadiah Logam Mulia hingga Sepeda Motor

Menurut Jusri, rawannya tingkat pencurian kendaraan listrik dapat menjadi penyebabnya. 

"Konyolnya, pengelola sepeda listrik juga pedalnya sengaja dicopot, antisipasi takut dicuri. Kalau ada pedal, jarak tempuhnya kan jauh. Tapi kalau cuma ada listrik, jarak tempuhnya terbatas. Saya perhatikan begitu ya. Ini cukup complicated," tuturnya.

Selain itu, hal tersebut semakin diperparah dengan banyaknya sepeda listrik yang dapat melaju dengan kecepatan melebihi 25km/jam. Hal itu tentu tidak sesuai dengan Permenhub yang ada.

Editor


Komentar
Banner
Banner