bakabar.com, JAKARTA – Perubahan besar-besaran harga daging babi dalam dua tahun terakhir mengguncang industri peternakan hewan omnivora ini di China. Daging babi sendiri adalah bagian utama dari makanan Negeri Tirai Bambu.
Laporan S&P Global Ratings pada Rabu (8/9/2021) lalu mengatakan lima produsen daging babi terbesar di China memanfaatkan kenaikan harga dua kali lipat 2019. Mereka berusaha untuk berekspansi dengan cepat dan meningkatkan utang kotor mereka hampir tiga kali lipat selama 2,5 tahun.
Namun harga daging babi telah jatuh secepat mereka naik, menekan produsen yang sekarang berutang. Indeks harga konsumen yang dirilis Kamis (9/9/2021) menunjukkan harga bahan pokok daging China turun 44,9% pada Agustus dari tahun lalu.
Associate director di S&P Global Ratings, Flora Chang dalam laporan itu mengatakan wabah demam babi Afrika yang dimulai pada 2018 juga dengan cepat menghancurkan produksi babi China sekitar 40%.
“Harga yang tinggi membuat produsen daging babi besar untuk berproduksi lebih banyak. … Mereka meminjam secara agresif untuk mendanai ekspansi,” katanya, mencatat bahwa karena pandemi corona pada tahun 2020, pembiayaan mudah tersedia.
Pengusaha dan perusahaan pun bergegas memanfaatkan subsidi pemerintah. Provinsi Zhejiang menjanjikan 1.500 yuan atau sekitar Rp 3,3 juta (asumsi Rp 2.200/yuan) untuk setiap induk babi.
Tiga tahun kemudian, ini menghasilkan pasokan yang melimpah. Harga daging babi telah jatuh ke sekitar 20 yuan per kilogram (Rp 44 ribu), mendekati level yang sama pada awal 2019, menurut data harga grosir dari kementerian pertanian.
Pada puncaknya pada akhir 2019 dan awal 2020, harga daging babi mendekati 50 yuan (Rp 110 ribu) per kilogram atau lebih tinggi. Perubahan harga yang belum pernah terjadi sebelumnya telah memperumit upaya produsen babi untuk membiayai potensi pertumbuhan.
Masih dalam laporan yang sama, para analis mengatakan bahwa dalam 12 bulan hingga 30 Juni, produsen babi Wens Foodstuff melihat rasio utang terhadap pendapatan (sebelum bunga, pajak, depresiasi, dan amortisasi) melonjak menjadi lebih dari sembilan kali lipat, naik dari 1,9 kali pada tahun 2020.
Namun, laporan tersebut mencatat bahwa produsen Muyuan tidak terlalu terpengaruh oleh demam babi Afrika dan leverage utangnya hanya naik sedikit, menjadi 1,3 kali dari 1, dalam 12 bulan hingga akhir Juni.
Meski demikian, pemerintah telah bekerja untuk memastikan pasokan yang cukup dengan melepaskan daging dari cadangan nasional selama kekurangan, dan belum lama mendorong konsumsi untuk mengatasi kelebihan pasokan.
“Baru-baru ini harga [babi] turun sangat cepat, dan [kami] berharap semua orang dapat memanfaatkan kesempatan ini untuk makan lebih banyak daging babi, membeli lebih banyak daging babi,” kata wakil menteri Kementerian Pertanian dan Urusan Pedesaan Ma Youxiang dalam konferensi pers 1 September, dikutip dari CNBC International.
Tetapi nadanya berbeda pada 2019, ketika pihak berwenang berbicara tentang mendorong produksi tidak hanya daging babi tetapi juga unggas dan daging sapi untuk menstabilkan harga.