bakabar.com, CIANJUR - Asosiasi Tenaga Kerja Indonesia (Astakira) Pembaharuan Kabupaten Cianjur mencatat 189 persoalan pekerja migran Indonesia. 40 kasus masih proses.
Ketua Astakira Pembaharuan Cianjur, Ali Hildan menyebut rata-rata Pekerja Migran Indonesia (PMI) yang berkasus berada di Timur Tengah. Mereka berangkat unprosedural alias ilegal.
"Kasusnya dari mulai kekerasan, tidak mendapatkan gaji, hilang kontak, sampai dengan kematian," sebutnya.
Baca Juga: Tak Kenal Perekrut Pemberangkatan, Puluhan Warga Kupang Nyaris Jadi PMI Ilegal
Pihaknya sudah berupaya melaporkan melalui Dinas tenaga kerja (Disnaker),BP2MI, sampai dengan Kementerian Luar Negeri dan KBRI. Pemerintah tinggal eksekusi.
"Saat ini ada seorang warga yang berkasus yakni Nurhalimah asal Cikalongkulon yang hilang kontak. Kami terus berupaya mencari keberadaan dengan menghubungi pihak terkait dan aparat penegak hukum," ujar Ali Hildan pada bakabar.com, Senin (12/06) sore.
Ali mengungkapkan, pihaknya juga telah menerima pelaporan terkait dugaan perdagangan orang. Antara lain di Arab Saudi, Uni Emirat Arab, Irak dan Suriah.
"Bersama divisi hukum kami akan melaporkan kasusnya dengan meneruskan ke aparat berwajib," ucapnya.
Baca Juga: Dijual, 6 Pekerja Migran Asal Jember Terjebak di Kamboja
Kata Ali, saat ini kendala terkait dengan PMI ini adalah sejak diberlakukannya moratorium. Bahwa para pekerja tak mendapatkan perlindungan secara utuh di negara tujuan.
"Pemerintah harus fair dan segera mencabut moratorium itu. Sehingga PMI mendapat perlindungan secara utuh jika berhadapan dengan masalah," katanya.
Jika tidak dicabut, moratorium ini memicu mereka yang ingin bekerja ke luar negeri terpaksa berangkat secara ilegal.
"Pencabutan moratorium ini harusnya disuarakan juga oleh DPR dengan membuat pansus moratorium," tandasnya.