bakabar.com, JAKARTA - Kementerian PUPR khawatir angka backlog perumahan dipolitisasi. Di mana nilainya mencapai 12,7 juta.
"Kami mengantisipasi. Pengalaman tahun-tahun politik itu suka data ini digoreng untuk berbagai macam kepentingan," kata Direktur Jenderal Perumahan Kementerian PUPR, Iwan Suprijanto, Jumat (25/8).
Data backlog juga seringkali dikonsumsi untuk kepentingan tertentu. Yang mana, pada saatnya tidak bisa dipertanggungjawabkan.
Baca Juga: Kementerian PUPR Tak Tahu Rincian Investasi IKN
"Karena kaitannya dengan kepemilikan ini sangat relatif. Kami(PUPR) ingin kembali mengkajinya lagi," ungkapnya.
Kata dia, data backlog sering keliru. Istilah kepemilikan rumah tak selalu seseorang harus memilikinya.
Sebagai contoh. Seorang anak tunggal tinggal di rumah orang tuanya. Lalu dewasa, berumur 20 tahun. Kemudian ia dihitung sebagai orang yang membutuhkan rumah.
"Masuk data backlog gitu? Padahal saya pewaris tunggal. Itu rumah orang tua saya itu rumah saya," paparnya.
Biar tahu saja. hasil survei terbatas di lingkup Kementerian PUPR menghasilkan bahwa milenial saat ini tidak terlalu fokus kepada kepemilikan.
Baca Juga: Kelola Sampah Jadi Energi, PUPR Gandeng Swedia
"Mereka (milenial) lebih banyak memilih untuk menyewa apartemen," ungkapnya.
Karena itu, yang menjadi masuk dalam data backlog adalah rumah yang tak layak huni.
"Yang kami klaim itu kan rumah yang tidak layak huni. Itu menjadi PR besar kita. Itupun data sedang kami konsolisdasikan," ujar Iwan.