bakabar.com, JAKARTA - Analis Energi Institute for Energy Economics and Financial Analysis (IEEFA), Putra Adhiguna mengungkapkan bahwa keinginan pemerintah dalam mendorong pengembangan kendaraan listrik (EV) tidak sesuai dengan arah bisnis dari para pemain di industri otomotif.
"Saat ini raksasa otomotif di Indonesia masih menuju ke kendaraan hybrid, belum full ke elektrik," ujarnya pada seminar yang mengangkat tema Menelisik Dinamika Industri Otomotif dan Kebijakan Kendaraan Listrik di Jakarta, Senin (6/2).
Lebih lanjut menurutnya rencana elektrifikasi dari pemain industri yang lamban dikombinasikan dengan dominasi pasar dapat menjadi hambatan besar bagi ambisi Indonesia.
"Para pemain otomotif banyak menekankan pentingnya memberi pilihan kendaraan bagi konsumen, namun opsi full elektrik dari mereka hampir tidak bisa ditemukan," tukasnya.
Baca Juga: Daimler Indonesia Siap Bawa Bus Listrik Mercedes-Benz pada 2023
Dalam studi yang dilakukan IEEFA terhadap semua raksasa produsen otomotif di Indonesia tercatat pasar kendaraan roda empat dikuasai Honda, Mitsubishi, Suzuki, Toyota dan Daihatsu dengan persentasi 92%. Sementara 96% kendaraan roda dua dikuasai oleh Honda dan Yamaha.
"Ketika dievaluasi pasar globalnya, baik di Jepang maupun pasar lainnya, sangat tampak bahwa rencana elektrifikasi dari semua produsen otomotif itu, sangat lambat sekali," bebernya.
Menilik lebih dalam, Jepang yang notabene memiliki sejarah panjang di Indonesia pada grafik yang ditunjukkan nampak tidak memperlihatkan sebuah perkembangan.
"Perkembangan selama 10 tahun terakhir, mobil listrik lebih di dominasi oleh China, USA dan Eropa dan sayangnya Jepang tidak bergerak hingga 2020-2021. Dan ini akan menjadi tren yang sangat berpengaruh di Indonesia," imbuhnya.
Baca Juga: Motor Listrik Yadea Hadir di IIMS 2023, Siap Jangkau Pasar Kalimantan
Kesimpulan yang dapat diambil adalah ketika Indonesia memiliki rencana peralihan menuju kendaraan listrik, apakah pemain-pemain otomotif raksasa (Jepang) ini akan melawan balik atau tidak?.
Menjawab pernyataan tersebut Wakil Ketua Komisi VII DPR RI, Eddy Soeparno mengungkap alasan lambatnya perkembangan electric vehicle (EV) di Indonesia.
"Di Indonesia itu kendala mengapa perkembangan mobil listrik lambat adalah karena satu, mahal dan dua, ekosistemnya belum tertata," tegasnya.
Sekalipun sudah ada EV dengan harga terjangkau, ia menyebut kendaraan listrik tidak sesuai fungsi utamanya.
"Baru Wuling air EV yang dianggap murah, sayangnya masyarakat Indonesia mencari kendaraan multi purpose yang bisa angkut keluarga, barang-barang. Sementara Wuling tidak mampu untuk itu," timpalnya.
Baca Juga: SUV Listrik Hummer EV Siap Diproduksi Kembali di Factory Zero AS
Pria berkacamata itu juga mengatakan adanya biaya tambahan untuk alat charging dan daya yang dibutuhkan untuk mengisi EV menjadi alasan masyarakat menolak membelinya.
"Seperti jika watt yang di rumah kurang, pasti akan ada biaya tambahan sama seperti memasang alat charging di rumah," katanya.
"Beralih ke EV itu tergantung individunya, apakah hanya tren atau benar-benar ingin berubah," tutupnya.