Kasus Penculikan Anak

Anak Korban Penculikan Berisiko Trauma Panjang, Bagaimana Menanganinya?

Belakangan, marak kasus penculikan anak yang membuat resah. Sehubungan dengan itu sejumlah upaya pencegahan pun dilakukan orang tua demi melindungi buah hati

Featured-Image
Ilustrasi. Foto: Net.

bakabar.com, JAKARTA - Belakangan, marak kasus penculikan anak yang membuat resah. Sehubungan dengan itu sejumlah upaya pencegahan pun dilakukan orang tua demi melindungi sang buah hati. 

Betapa tidak, sebab praktik penculikan dapat berakibat fatal dan mengancam keselamatan, bahkan kalaupun selamat, efek yang dialami sang anak pasca-kejadian bisa meninggalkan trauma berekepanjangan.

Psikolog anak dan remaja dari Universitas Indonesia Vera Itabiliana Hadiwidjojo mengatakan, anak korban penculikan sangat rawan mengalami trauma, mengingat peristiwa tersebut merupakan pengalaman yang dapat mengancam keselamatan jiwanya.

Baca Juga: Marak Penculikan Anak, Ajarkan Hal Ini pada Buah Hati Tercinta

"Bisa saja anak mengalami trauma karena penculikan merupakan pengalaman yang membawa perubahan drastis dalam hidup anak dan bisa mengancam jiwanya," kata Vera, mengutip Antara (1/2).

Menurutnya, saat menjadi korban penculikan, anak tentu akan merasa takut, cemas tidak bisa kembali kepada orangtuanya, dan bingung dengan apa yang dapat ia lakukan untuk menyelamatkan diri.

Untuk itu, Vera mengatakan, ketika anak korban penculikan kembali kepada orangtuanya, maka ia seharusnya diperiksa secara menyeluruh untuk mengetahui pendampingan apa saja yang perlu dilakukan.

"Yang jelas anak butuh pendampingan untuk menghilangkan rasa takut dan mengembalikan kepercayaannya pada lingkungan agar dia dapat kembali ke rutinitasnya sebagai anak," tukasnya.

Baca Juga: Aktivis Anak: Korban Penculikan Bisa Alami 'Stockholm Syndrom', Pendamping Perlu Sabar

Senada dengan Vera, psikolog dari Universitas Indonesia sekaligus parenting coach Irma Gustiana mengatakan anak korban penculikan akan merasakan trauma yang membuat dia merasa cemas dan tidak aman, sehingga dapat mengganggu kegiatan sehari-harinya baik di sekolah, di rumah, maupun di tempat lainnya.

"Trauma itu bisa terlihat secara langsung atau bisa menjadi respon tunda. Jadi kalau secara langsung itu bisa kita lihat dia menangis, terus kelihatan wajahnya ketakutan, kemudian dia bengong, dan terlihat bingung. Itu adalah bentuk manifestasi dari trauma akibat pengalaman penculikan tadi," imbuh Irma.

Ia kemudian memberi saran bahwa ketika anak kembali bertemu orangtuanya pasca penculikan, hal pertama harus dilakukan orangtua adalah mengecek kondisi fisik anak untuk memastikan apakah ada luka atau tanda-tanda lain yang mencurigakan.

Kemudian, ia melanjutkan, penuhi kebutuhan makanan dan minuman anak, serta hindari bertanya mengenai peristiwa penculikan atau bahkan menyalahkan anak.

"Hindari menanyakan kejadiannya seperti apa atau menyalahkan anak. Itu akan menjadi trigger dan membuat anak menjadi merasa bersalah atau semakin ketakutan," jelasnya.

Editor


Komentar
Banner
Banner