News

Aksi Power Up Orang Muda, Desak Komitmen Transisi Energi di Pemilu 2024

Pemilu 2024 tidak bisa dilepaskan dari krisis iklim dan desakan transisi energi.

Featured-Image
Gerakan Power Up merupakan bagian dari gerakan masyarakat sipil internasional yang mendesak elite politik membuat kebijakan serius meninggalkan energi fosil dan beralih ke energi terbarukan berbasis komunitas. Foto: 350 Indonesia

bakabar.com, JAKARTAPemilu 2024 tidak bisa dilepaskan dari krisis iklim dan desakan transisi energi. Selama ini, kebijakan yang ada belum mampu mengakselerasi transisi energi, termasuk pelibatan masyarakat di dalamnya.

Hal-hal itu seharusnya harus dijawab oleh para bakal calon yang sekaligus harus dikerjakan kelak ketika terpilih nanti. Namun yang terjadi, ketidakpastian penanganan krisis iklim dan transisi energi justru menguat jelang Pemilu 2024.

Hal itu ditegaskan Koordinator Climate Rangers Jakarta Ginanjar Ariyasuta. Menurut Ginanjar yang merupakan inisiator gerakan Power Up, tidak ada satu pun calon presiden yang memiliki komitmen kuat terhadap penanganan krisis iklim dan transisi energi.

Orang muda, kata Ginanjar, mulai muak dengan tingkah laku elit yang berbicara tentang kepentingan mereka sendiri yang tercerabut dari akar persoalan rakyat.

Baca Juga: Miliki Kejelasan Peta Jalan, PLN Dinilai Terdepan dalam Transisi Energi

“Krisis iklim dan transisi energi adalah persoalan yang menyangkut hajat hidup rakyat, tapi mereka nampak cuek,” terangnya, Kamis (19/10).

Atas dasar itu, orang-orang muda menggelar aksi serentak di berbagai kota di Indonesia. Mereka mendesak para capres untuk memiliki komitmen kuat dan serius terhadap penanganan krisis iklim dan transisi energi.

Gerakan Power Up, lanjut Ginanjar, merupakan bagian dari gerakan masyarakat sipil internasional yang mendesak elit politik membuat kebijakan serius meninggalkan energi fosil dan beralih ke energi terbarukan berbasis komunitas.

Senada, Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira menilai ada keengganan elit politik berkomitmen secara serius terhadap penanganan krisis iklim dan transisi energi. Hal itu erat hubungannya dengan aliran dana kampanye dari industri fosil (migas dan batu bara).

Baca Juga: RUU EBET Bahas Energi Fosil, "350 Indonesia" Desak DPR Fokus Atur Energi Terbarukan 

Bhima  mengungkapkan, konflik kepentingan menghambat transisi energi di Indonesia. Padahal, dalam surveinya, CELIOS menunjukkan sebanyak 89% pemilih berusia muda menginginkan adanya percepatan penutupan PLTU batu bara

"Dan sebanyak 60% menginginkan agar energi terbarukan semakin mendominasi dalam bauran energi nasional," terangnya.

Sayangnya, desakan kaum muda seringkali diabaikan, kalah dengan kepentingan pelaku usaha di sektor fosil yang mendanai para kandidat pemilu. Belum lagi, dana-dana gelap energi kotor sulit dilacak.

"Alhasil pemilih muda hanya dijadikan target suara, tidak diakomodir aspirasinya dalam bentuk program aksi yang nyata oleh para kandidat elektoral," jelas Bhima.

Baca Juga: Krisis Iklim, Presiden Terpilih COP28: Harus Turunkan Gigaton Emisi

Itu sebabnya, tegas Bhima, “Kampanye terkait transisi energi misalnya, senyap terdengar dalam berbagai kesempatan penampilan para Capres dan Caleg di publik.”

Sementara itu, Ketua BEM Universitas Indonesia (UI), Melki Sedek Huang menegaskan suara generasi muda menjadi sangat relevan, terlebih di Pemilu 2024.

“Terpantau kira-kira 52% dari total suara yang menentukan nantinya adalah milik orang muda. Sehingga, seharusnya Pemilu 2024 menjadi gerbang terwujudnya mimpi dari suara-suara yang menentukan, termasuk aspek lingkungan hidup," kata Melki.

Menjadi percuma, ketika setiap hari para kandidat mengampanyekan kedekatan dengan anak muda. Menjadi sia-sia ketika mereka berlomba-lomba merebut suara anak-anak muda, namun tidak berhasil merancang program yang berpihak pada isu lingkungan hidup.

Baca Juga: Di Tengah Krisis Iklim, WALHI: Ada Proyek Gelap Oligarki

"Yang tentunya akan berdampak banyak bagi masa depan anak-anak muda," jelasnya.

Co-Inisiator Bijak Memilih Andhyta Firselly Utami mengutarakan hal serupa. Menurutnya, menjadi penting untuk memiliki kerangka yang tepat dalam menilai dan memilih partai maupun calon presiden yang mampu mendorong kebijakan sesuai harapan masyarakat, termasuk generasi muda.

"Sebagai seseorang yang sudah bekerja di isu ekonomi dan lingkungan dalam 10 tahun terakhir, saya melihat bahwa kita memasuki momentum baru, di mana diskusinya sudah harus naik kelas dari ‘apakah perlu mengambil langkah serius’ (jawabannya sangat perlu) menjadi ‘bagaimana mendesain solusi yang tepat dan sesuai untuk menyelesaikan tantangan ini dalam konteks Indonesia," papar Andhyta.

Capres, kata Andhyta, harus berani berkompetisi dalam membuat rencana yang terbaik bagi masyarakat dan lingkungan.

Baca Juga: Perdagangan Karbon, WALHI: Jawaban Krisis Iklim Sarat Masalah Etik

“Melalui inisiatif Bijak Memilih, kami bertujuan agar masyarakat, khususnya pemilih muda dengan persentase suara terbanyak, dapat membuat pilihan yang didasarkan oleh kerangka berpikir yang tepat dan informasi yang berkualitas, bukan hanya sekedar viralitas.” imbuh Andhyta.

Sementara itu, Campaigner 350 Indonesia Suriadi Darmoko mengungkapkan pentingnya mewujudkan komitmen untuk melakukan aksi iklim. Indonesia sendiri sudah memiliki banyak komitmen soal itu.

Tinggal nanti, apakah presiden terpilih berani memikul tanggungjawab melakukan aksi iklim secara cepat dan berkeadilan melalui transisi energi dan meningkatkan bauran energi terbarukan di dalam bauran energi nasional.

“Ada banyak pekerjaan rumah bagi presiden terpilih terutama terobosan yang ditawarkan untuk mencapai target transisi energi," kata Darmoko.

Baca Juga: Investasi JETP Ditunda, 350.Org: Kabar Buruk Sekaligus Kabar Baik

Untuk saat ini, masyarakat perlu diyakinkan soal bagaimana komitmen-komitmen yang sudah ada akan dikerjakan.

"Misal, kerangka kebijakan apa yang akan dibangun untuk mengakselerasi transisi energi? Bagaimana pelibatan masyarakat dalam transisi energi? Dan banyak pertanyaan lain yang mesti dijawab oleh para bakal calon yang sekaligus harus dikerjakan kelak ketika terpilih”, tandasnya.

Editor


Komentar
Banner
Banner