bakabar.com, PALANGKA RAYA – Setelah menjalani proses persidangan yang cukup panjang, Kades Kinipan, Wiliem Hengky yang disangkakan melakukan tindak pidana korupsi dana desa akhirnya divonis bebas oleh Majelis Hakim Tipikor Kelas 1A Palangka Raya Rabu, (15/6) siang.
Hasil putusan ini pun disambut meriah oleh para peserta aksi yang melakukan aksi sejak pagi berunjuk rasa di depan Gedung Pengadilan Tipikor Kelas 1A Palangka Raya yang meminta pembebasan Wiliem Hengky atas tuduhan korupsi dana desa tersebut.
Usai Majelis Hakim yang diketuai oleh Erhammudin membacakan putusan vonis bebas, Wiliem Hengky langsung mendatangi ratusan massa yang tergabung dalam Aliansi Peduli Masyarakat Kinipan dan organisasi masyarakat dayak pasukan merah Tariu Borneo Bangkule Rajakng (TBBR) Kalteng.
Ia mengucapkan terima kasih atas bentuk dukungan dan kepedulian terhadap dirinya sejak menjalani proses penyidikan hingga tahap persidangan yang menjerat dirinya.
Kuasa hukum terdakwa Willem Hengki, Parlin Bayu Hutabarat usai persidangan juga menyambut baik atas putusan bebas terhadap kliennya.
Sebab sejak awal Parlin meyakini kliennya memang tidak terbukti melakukan tindak pidana korupsi seperti yang disangkakan, bahkan Majelis Hakim dalam persidangan juga sudah menjelaskan secara rinci fakta-fakta persidangan bahwa tidak ada kerugian negara yang dilakukan oleh Wiliem Hengky.
"Yang dilakukan terdakwa, murni untuk membayar hutang pemerintah Desa Kinipan, karena proyek jalan itu berfungsi dan berguna bagi masyarakat Desa Kinipan," katanya.
Ia juga menjelaskan jika dakwaan yang dilakukan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) tidak terbukti berdasarkan fakta persidangan.
Sebelumnya, Wilem Hengky ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan dengan sangkaan korupsi karena membayar hutang pemerintah desa sebelum dirinya menjadi Kepala Desa Kinipan atas pembangunan proyek jalan desa sepanjang 1.300 meter pada 2017.
Lalu pada 2018, Desa Kinipan yang terletak di Kecamatan Batang Kawa, Kabupaten Lamandau itu dipimpin oleh penjabat sementara kepala desa yang tidak bisa membayarkan proyek jalan yang sudah selesai dikerjakan karena tidak memiliki wewenang.
Pada tahun 2019, saat Wilem Hengki menjadi kepala desa, sejumlah pejabat desa dan kontraktor yang membuat jalan menagih pembayaran jalan yang dimaksud.
Wilem Hengki tidak langsung membayarkan utang proyek yang terjadi di periode kepala desa sebelumnya. Ia kemudian membuat musyawarah desa meminta kesepakatan warga untuk membayarkan utang proyek itu sehingga muncul dugaan korupsi ini, padahal kata Parlin jelas-jelas tidak ada unsur memperkaya diri sendiri ataupun orang lain. Bahkan, pekerjaan fisiknya ada dan sudah selesai.
Adapun nilai proyek tersebut lebih kurang Rp 400 juta di mana kepala desa meminta untuk dilakukan perhitungan ulang sehingga menjadi Rp 350 juta. Utang itu dibayarkan pada 2019 dengan nilai menjadi Rp 321 juta setelah dipotong pajak ke kontraktor.
Perkara ini pun akhirnya memunculkan adanya dugaan kriminalisasi sebab Wiliem Hengki juga merupakan tokoh masyarakat yang mempertahankan wilayah mereka dari masuknya perusahaan perkebunan kelapa sawit.