bakabar.com, JAKARTA - Tragedi Stadion Kanjuruhan menjadi duka bangsa dan menyita perhatian dunia sepak bola, insiden yang terjadi atas dasar rivalitas suporter ini memiliki sederat kejanggalan.
Berikut 4 kejanggalan terkait tragedi Stadion Kanjuruhan yang memakan ratusan korban.
1. Rekaman CCTV yang dihapus
Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (TGIPF) menemukan bahwa adanya penghapusan video rekaman CCTV selama 3 jam 21 menit yang berada di lobi utama dan area parkir Stadion Kanjuruhan Malang.
Menurut dokumen temuan TGIPF, rekaman CCTV yang hilang sempat merekam pergerakan awal rangkaian Baracuda yang akan melakukan evakuasi Tim Persebaya yang berada di lobi utama dan area parkir.
“Tetapi rekaman CCTV tersebut mulai dari pukul 22.21.30 dapat terekam dengan durasi selama 1 jam 21 menit, dan selanjutnya rekaman hilang (dihapus) selama 3 jam, 21 menit, 54 detik, kemudian muncul kembali rekaman selama 15 menit,” bunyi penggalan dokumen temuan TGIPF.
TGIPF menilai hilangnya rekaman CCTV menyulitkan dan menghambat tugas tim TGIPF untuk mengetahui fakta yang sebenarnya terjadi dan sedang diupayakan untuk meminta rekaman lengkap ke Mabes Polri.
2. Terbongkarnya sosok yang mengaku penjual dawet di area Stadion Kanjuruhan ternyata kader PSI
Suprapti Fauzie adalah sosok dibalik rekaman suara penjual dawet misterius yang mengaku sebagai saksi mata Tragedi Kanjuruhan yang ternyata menjabat sebagai Kader Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Kabupaten Malang.
Sebelumnya sempat beredar video rekaman di grup sosial media, yang menyebut banyak suporter Aremania sudah dalam keadaan mabuk sebelum terjadi Tragedi Kanjuruhan.
"Wong suporter sakdurunge wis ngombe kabeh (suporter sebelumnya sudah pada minum). Yang meninggal pun itu banyak yang berbau alkohol," kata si penjual dawet dalam rekaman suara itu.
Kemudian terkonfirmasi dalam sebuah video diunggah di akun Twitter @AremaniaCulture, nampak Suprapti meminta maaf kepada keluarga salah satu korban dalam Tragedi Kanjuruhan.
"Saya mohon maaf, karena berhubung dengan voice note yang beredar kemarin, saya tidak ada tujuan apapun untuk menjelekkan nama Almarhum,” jelas Suprapti dalam video permintaan maafnya.
3. Menurut Polri, tidak ada korban tewas karena gas air mata
Kadiv Humas Polri, Irjen Dedi Prasetyo mengatakan dalam konferensi pers, bahwa penyebab kematian korban tragedi Kanjuruhan akibat kekurangan oksigen karena berdesakan hingga terinjak-injak saat keluar dari stadion.
"Tidak satu pun yang menyebutkan bahwa penyebab kematian adalah gas air mata tapi penyebab kematian adalah kekurangan oksigen," ujar Dedi kepada wartawan.
Dedi menegaskan paparan gas air mata hanya dapat menyebabkan iritasi sesaat dan tidak dapat menyebabkan kematian. Berbanding dengan TGIPF yang menyatakan tembakan gas air mata sebagai pemicu kepanikan massal, adapun penemuan TGIPF gas air mata yang digunakan sudah kadaluarsa mengakibatkan iritasi pada mata dan kulit, serta sesak napas akut kepada para suporter.
4. Pintu 13 awalnya dibuka, kemudian ditutup
Beberapa suporter Arema menceritakan bahwa pintu 13 sempat dibuka sebelum ada tembakan gas air mata, namun setelah ada kepanikan justru pintu ditutup dan menyebabkan banyak memakan korban anak-anak dan wanita.
Juru Bicara PSSI Ahmad Riyadh menjelaskan adanya alasan Panitia Pelaksana (Panpel) Arema FC membuka lalu menutup gate itu karena khawatir banyak suporter yang menyerbu masuk kedalam stadion.
“Jadi alasan Panpel pintu tidak dibuka pada menit ke-80 seperti yang kami anjurkan, karena ada kekhawatiran akan diserbu suporter yang dari luar. Jadi selain banyak suporter dari dalam, itu juga banyak suporter yang ada di luar. Jari alasannya demi keamanan," kata Ahmad Riyadh, Rabu (5/10).
Banyaknya suporter menuju pintu 13 bertumpuk tidak bisa keluar ataupun masuk, dan berakhir merenggang nyawa diduga karena kehabisan oksigen, berdesakan, bahkan terinjak-injak. Gerbang yang niatnya ditutup supaya menghalau kerusuhan diluar stadion, malah menjadi maut bagi suporter yang ada di dalam tribun.