Hot Borneo

3 Tahun Kasus Jalan di Tempat, Korban Dugaan Penipuan Condotel Aston Tagih Janji Polda Kalsel

apahabar.com, BANJARMASIN – Kasus dugaan penipuan yang dilakukan mantan pimpinan PT. Banua Anugerah Sejahtera (BAS), pengembang…

Featured-Image
Belasan korban dugaan penipuan jual beli Condotel Aston mendatangi Ditreskrimum Polda Kalsel untuk mencari kepastian hukum atas laporan yang telah dilayangkan sehak 2019 silam. Foto-apahabar.com/Muhammad Syahbani

bakabar.com, BANJARMASIN – Kasus dugaan penipuan yang dilakukan mantan pimpinan PT. Banua Anugerah Sejahtera (BAS), pengembang unit Condotel The Grand Banua atau yang lebih dikenal dengan Hotel Aston Grand Banua mencuat.

Tadi siang, Senin (12/9), para korban didampingi kuasa hukum mendatangi Ditreskrimum Polda Kalsel. Mereka mempertanyakan perkembangan kasus yang saat ini tengah berjalan di kepolisian.

Belakangan terungkap kasus dugaan penipuan jual beli Condotel atau apartemen di Jalan Ahmad Yani Km 1,8 Malintang Baru, Kecamatan Gambut, Kabupaten Banjar ini telah lama bergulir. Laporannya sudah masuk di Polda Kalsel sejak November 2019 silam. Bahkan, kasusnya sudah naik penyidikan, dan polisi telah menetapkan dua tersangka, tapi tak ditahan.

“Informasi dari penyidik tersangka ada dua. Yaitu HS dan EGS. Mereka mantan direktur PT. BAS,” ujar Angga D. Saputra selaku kuasa hukum pelapor usai mendatangi Ditreskrimum Polda Kalsel, Senin (12/9).

Angga bercerita kasus ini terjadi pada periode 2010 hingga 2011. Kala itu PT. BAS yang dipimpin para tersangka menjual kurang lebih 200 Condotel dengan tipe dan harga bervariasi.

“Harga jual terendah saat itu sebesar Rp550 juta. Kerugian yang diderita para korban kalau ditotal lebih dari Rp100 miliar,” kata Angga.

Singkat cerita, pada 2017, sekira 200 pembeli Condotel baru mengetahui bahwa sertifikat induk bangunan telah dipindahtangankan. Sialnya lagi, sertifikat itu telah dijadikan agunan kredit di Bank CIMB Niaga Jakarta.

“Itu tanpa memberitahukan terlebih dahulu kepada para pembeli. Kami juga menduga ada unsur penggelapan dalam kasus ini,” jelas Angga.

Upaya pengambilan hak mereka secara kekeluargaan pun sempat dilakukan. Tapi sayang PT. BAS tak bisa memberikan kepastian untuk memberikan sertifikat bangunan sebagai hak dari para pembeli. Hingga akhirnya, para pemilik melalui Pengurus Perkumpulan Pemilik Condotel dan Penghuni Rumah Susun (PPCPR) melaporkan kasus ini pada 21 November 2019 dengan nomor laporan polisi LP/604/X1I/2019/ KALSEL/SPRT.

“Sampai dengan saat ini tersangka masih belum ditahan dan berkas perkara pun belum selesai, walaupun proses penyidikan sudah berjalan hampir tiga tahun,” beber Angga.

Juli lalu, berembus kabar baik. Angga mengatakan Ditreskrimum Polda Kalsel berjanji akan melimpahkan berkas perkara ke Kejaksaan Tinggi Kalsel pada Agustus lalu.

Namun, faktanya hingga pertengahan September masih belum ada perkembangan dan informasi mengenai titik terang perkara tersebut.

“Kami hari ini datang ke Ditreskrimum Polda Kalsel untuk mempertanyakan dan memastikan kapan berkas perkara tersebut akan dikirim ke Kejati Kalsel, dan kami berharap para tersangka segera ditahan. Kami khawatir melarikan diri atau menghilangkan alat bukti. Mengingat jumlah korban hampir 200 orang, dan dugaan kerugian yang dialami para korban adalah lebih dari Rp100 miliar,” ucapnya.

Lebih jauh, para korban berharap kasus ini dapat menjadi atensi dan segera diselesaikan. Mereka yakin Polda Kalsel masih berdiri tegak untuk para pencari keadilan.

“Kami berharap kepada bapak Kapolda Kalsel dan Direktur Krimum untuk dapat membantu kami untuk memberikan kepastian bagi korban,” pungkas Angga.

Sementara itu, Kabid Humas Polda Kalsel, Kombes Pol Moch Rifa’i membenarkan penetapan dua tersangka dalam kasus ini. Namun, Kombes Rifa’i belum bisa menjelaskan alasan kedua tersangka tersebut belum ditahan.

“Nanti bapak konfirmasi dulu ke Krimum soal itu. Pasti ada alasannya. Mohon waktu,” ujarnya.



Komentar
Banner
Banner