bakabar.com, JAKARTA -Kejaksaan Agung (Kejagung) RI berhasil melakukan penyelidikan terhadap 1.847 perkara tindak pidana korupsi selama tahun 2022.
Data Kejagung di atas merujuk pada perkara tindak pidana korupsi yang ditangani oleh jajaran bidang tindak pidana khusus (Pidsus) se-Indonesia berdasarkan tahap penyelesaian perkara.
Mereka merinci, jumlah penyelidikan sebanyak 1.847 perkara, penyidikan 1.689 perkara, pra penuntutan 2.139, penuntutan 1.943 kasus, eksekusi badan sejumlah 1.669 narapidana.
Baca Juga: Kejaksaan Agung Ungkap Alasan Jadikan Kamaruddin sebagai Saksi
Lebih lanjut, Kejaksaan Agung melalui Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Ketut Sumedana menjelaskan, total kerugian negara yang berhasil diselamatkan oleh jajaran Pidsus se-Indonesia yaitu sebesar Rp2.769.609.281.880,33.
Ada juga aset yang telah dilakukan penyitaan dalam tahap penyidikan dan penuntutan sepanjang tahun 2022, yakni mencapai Rp21.141.185.272.031,90. Adapun sitaan dalam mata uang lain sebanyak 11.400.813,57 US Dollar, 646,04 Dollar Singapura.
Baca Juga: Kejaksaan Pesan Kasus Sambo Harus Fokus: Jangan Main-main!
Untuk sitaan di luar uang terdiri dari enam puluh empat bidang tanah dan bangunan yang tersebar di Riau, Jakarta, dan Jawa Barat.
Sekain itu ada 22 unit apartemen di Singapura, satu properti di Australia, 24 kapal dan beberapa mobil mewah.
"Pencapaian kinerja sepanjang tahun 2022 merupakan momentum untuk melakukan refleksi atas pelaksanaan tugas pokok dan fungsi Kejaksaan RI sebagai salah satu penegak hukum," tuturnya pada bakabar.com, Senin (2/1).
"Kejaksaan RI akan mengusung Penegakan Hukum Humanis dan Modern," imbuhnya
Baca Juga: Jalani Sidang Perdana, Putri Candrawathi Kenakan Rompi Kejaksaan '69'
Meski terlihat banyak melakukan penyelesaian kasus, namun dalam catatan Indonesian Corruption Watch (ICW) Kejaksaan RI masih banyak menyasar pemberantasan korupsi dalam skala kecil.
Peneliti ICW, Lalola Easter,menjelaskan sejak terbit UU KPK baru, Kejaksaan praktis hanya menyasar aktor-aktor kecil yang bermain di daerah.
"Aktor-aktor (korupsi) yang disasar itu belum strategis," tutur Lola.
Baca Juga: Dilimpahkan ke Kejaksaan, Kapan Brigjen Hendra Cs Jalani Sidang Etik?
Di samping itu ICW juga menyadari jika masih belum ada mekanisme yang ciamik untuk memantau anggaran desa.
"Di sisi lain kita melihat masih ada PR dari pemerintah yang masih belum diselesaikan soal tata kelolah dana desa, mekanisme pelanggaran desanya, setelah itu monitoring untuk anggaran desa," tambahnya.
"Sejak ada mekanisme distribusi dana desa, pemantauan dana desa selalu jadi pembahasan tiga besar dari tren pemantauan dana desa." tutupnya.