bakabar.com, JAKARTA - Setiap tahun, tanggal 10 Oktober diperingati sebagai Hari Kesehatan Mental Sedunia. Peringatan ini bertujuan meningkatkan pengetahuan dan kesadaran masyarakat luas mengenai pentingnya kesehatan mental.
Bukan sekadar seremonial belaka, ada banyak hal yang bisa dipelajari dari berbagai kampanye Hari Kesehatan Mental Sedunia. Salah satunya, nasihat terkait hidup sederhana agar lebih bijak dan bahagia.
Dalam ilmu filsafat, petuah yang demikian disebut dengan istilah Stoikisme. Filosofi Stoic ini bisa membantu manusia menjalani hidup sederhana, sekaligus menjadikan kehidupan lebih bahagia.
Stoikisme sendiri sudah ada sejak tahun 301 Sebelum Masehi atau abad ke-3 SM. Filsafat ini pertama kali dicetuskan filsuf Yunani Kuno di Athena bernama Zeno, lalu dilanjutkan oleh filsuf Stoa.
Lantas, sebenarnya apa itu Stoikisme? Bagaimana cara untuk menerapkan prinsip tersebut dalam kehidupan?
Hidup Realistis
Dosen Filsafat dari Universitas Airlangga (Unair), Listiyono Santoso, memaparkan bahwa Stoikisme mengajarkan manusia untuk hidup realistis, membaca diri, antisipasi diri, serta mengevaluasi diri.
“Hidup harus benar-benar realistis dan tidak mengkhayalkan sesuatu yang tidak-tidak. Kita juga harus mengantisipasi untuk hidup dalam kemungkinan situasi terburuk,” bebernya, dikutip dari laman unair.ac.id, (31/5/2022).
Dia menilai stoikisme seperti mengajarkan manusia untuk menghargai waktu. Ada pemahaman bahwa realitas merupakan proses riil yang harus dihadapi dengan sungguh-sungguh. Supaya, hidup manusia menjadi lebih baik dan etis dari sebelumnya.
Berorientasi pada Kesejahteraan dan Kebahagiaan
Listiyono menyebut, dalam bahasa Jawa, filosofi ini dikenal juga sebagai nrimo ing pandhum. Artinya, menjalani hidup dengan tidak berlebihan, menghadapi dunia apa adanya, sekaligus berorientasi pada kesejahteraan dan kebahagiaan.
Filsafat Stoikisme memang dominan mengarah pada kesejahteraan dan kebahagiaan. Hal ini diperkuat dengan pernyataan seorang filsuf bernama Plato, di mana menyebutnya sebagai Eudhomania yang berarti ‘kebahagiaan adalah keutamaan hidup.’
“Prinsip utama Stoa kuno adalah keyakinan bahwa kita tidak bereaksi terhadap peristiwa. Hal yang penting adalah penilaian kita tentang mereka yang bergantung kepada diri sendiri,” ujar dosen yang telah menerbitkan beberapa buku filsafat tersebut.
Stoikisme mengajarkan bahwa kebahagiaan sejati hanya bisa datang dari hal-hal yang bisa dikendalikan; kebahagiaan hanya datang dari dalam, tidak bisa menggantungkannya pada hal-hal di luar kendali manusia.
Cara Menerapkan Filsafat Stoikisme
Listiyono mengatakan filsafat stoikisme memiliki panduan praktis yang dapat diterapkan dalam cara berpikir. Di antaranya, fokus pada hal yang bisa dilakukan, mengelola waktu dengan baik, fokus dengan jalan keluar dari berbagai hambatan, berbahagia tanpa ada sikap egois dan sombong, serta selalu realistis dan antisipatif.
“Filsafat Stoikisme mengajak manusia untuk benar-benar memiliki keutamaan hidup dengan sikap praktis yang membahagiakan. Pencapaiannya melalui fokus diri, refleksi diri, dan antisipasi diri,” jelasnya.
Selain itu, melansir minimalism.co, ada beberapa ‘peta jalan’ untuk hidup mengikuti Stoikisme. Salah satunya, cobalah kelola harapan dan penilaian. Dalam artian, manusia dapat memiliki impian, harapan, dan keyakinan, tetapi jangan lupa untuk mengelolanya tetap realistis.
Manusia juga perlu menjaga keseimbangan batin. Berlatihlah menguasai mekanisme kontrol pikiran agar tetap seimbang. Jangan sampai, pikiran yang terpengaruh oleh lingkugan malah mempengaruhi sikap diri.
Terakhir, untuk mencapai hidup dengan prinsip Stoikisme, manusia perlu berdamai dengan emosinya sendiri. Sebab jika tidak, pikiran yang kacau oleh emosi dapat membuat manusia salah menafsirkan apa yang sebenarnya mereka rasakan.
Demikianlah sekilas penjelasan mengenai Stoikisme, filsafat yang dapat membuat hidup Anda lebih bijaksana. Bertepatan dengan Hari Kesehatan Mental Sedunia, mari mulai jalani hidup sederhana agar lebih bahagia.