bakabar.com, BANJARMASIN – Infrastruktur bangunan di Kota Banjarmasin patut dipertanyakan. Sebab Jumat (26/8/2022) dilaporkan dua bangunan yang ambruk.
Pertama bangunan kost Jalan Akasia 7, Sungai Miai, Banjarmasin Utara pukul 03.33 Wita.
Pukul 20.00 Wita, sebuah bangunan Kelayan B, Banjarmasin Selatan yang mengalami ambruk. Pondasi kedua rumah itu tidak kuat menahan beban bangunan.
Pengamat Tata Ruang, Subhan Syarif mengatakan keruntuhan bangunan yang terjadi di daerah gambut, bila dicermati penyebabnya bisa ditinjau dalam beberapa hal.
Pertama, terdapat pada aspek kelalaian tahapan proses pra pembangunan. Mulai dari cukup banyak pihak, mulai dari masyarakat, bahkan institusi swasta ketika mengawali pembangunan konstruksi tidak menjalankan apa yang diatur oleh regulasi.
"Seperti pekerjaan pembangunan yang dilakukan secara sendiri personal, dengan menggunakan upah tenaga tukang atau tanpa adanya komponen manual acuan proses pembangunan," ujarnya.
Padahal, Subhan mengatakan berdasarkan regulasi UU jasa konstruksi, pekerjaan konstruksi wajib diserahkan kepada badan usaha atau usaha perseorangan yang memiliki sertifikat.
Baik itu sertifikat badan usaha (SBU) ataupun sertifikat kompetensi kerja bagi usaha perseorangan dan pekerja konstruksi yang terlibat dalam pelaksanaan pembangunan.
Kemudian pekerjaan pembangunan bangunan konstruksi yang mewajibkan dilaksanakan melalui tahapan proses perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan juga tidak lah dilakukan.
"Sayangnya kondisi ini tidak mendapatkan pengawasan atau teguran dari unsur pemerintah. Terkesan dibiarkan saja," tekannya.
Ia mengatakan atas kelalaian ini berakibat dari proses pembangunan tidaklah mengacu kepada standar keteknikan sehingga produk bangunan pun asal jadi dan sifatnya jadi ‘untung-untungan’.
Artinya bila tak ada masalah dari segi misal lingkungan atau perubahan fungsi bangunan, maka bangunan aman saja padahal sejatinya tak memenuhi syarat teknis.
Proses perizinan bangunan atau dahulu, yang cenderung banyak yg tak betul betul dicermati hal berbagai proses syarat teknis dalam bangunan konstruksi.
"Yang dipantau dan dilihat hanyalah kelengkapan administrasi saja. Kemudian ketika proses pembangunan berjalan, pihak petugas atau pemerintah jarang, bahkan tak pernah datang melakukan pemantauan dan evaluasi terhadap kesesuaian antara rencana dan yang dilakukan pembangunan," ucapnya.
Menurutnya, kondisi saat ini pada material bangunan untuk bagian bawah bangunan, seperti tiang pancang kayu galam, tongkat dan tiang kayu ulin yang sudah semakin sulit didapatkan dan harganya juga semakin tak terjangkau.
Terkhusus yang berkualitas bagus, mulai dari ukuran dimensi, panjang dan besaran batang kayu galam.
Akhirnya ukuran kecil dan yang panjangnya tak memenuhi syarat pun di paksa untuk digunakan.
"Akibatnya konstruksi bangunan menjadi rentan karena kurang mampu atau tak tahan ketika dapat serangan alam atau terjadinya perubahan lingkungan," tuturnya.
Ia menekankan supaya hal keruntuhan atau kegagalan konstruksi atau bangunan tersebut tidak terjadi lagi.
Maka diperlukannya langkah utama, ada perbaikan didalam proses pengawasan dan perijinan dalam membangun.
Dalam tahap awal, kata dia pemerintah harus ketat untuk mensyaratkan setiap membangun bangunan konstruksi wajib untuk melibatkan badan usaha dan usaha perseorangan yang ditunjang oleh tenaga kerja bersertifikat dan berpengalaman.
"Jadi dalam hal ini tak boleh lagi ada toleransi, sebab regulasi nya sudah ada dan tinggal di terapkan secara konsisten," tegasnya.
Selain itu, fungsi lembaga pemerintah juga dianggapnya sebagai lembaga yang bertugas membina dan mengawasi hal pembangunan jasa konstruksi.
"Mesti bisa lebih pro aktif melaksanakan tugas tersebut agar tak lagi terjadi keruntuhan dan yang sejenisnya," tuturnya.
Mestinya, lanjut dia Peraturan Daerah (Perda) hal jasa konstruksi yang sudah di sahkan oleh DPRD dan Pemerintah Provinsi Kalsel beberapa tahun lalu harusnya sudah bisa diterapkan.
"Sayangnya perda ini tak pernah disosialisasikan dan di gunakan dalam pengaturan pembangunan jasa konstruksi di daerah," pungkasnya.