bakabar.com, BARABAI - Lama tak terdengar, aktivitas mencurigakan muncul lagi di Batu Harang, Desa Mangunang Seberang, Haruyan, Kabupaten Hulu Sungai Tengah (HST).
Bermula dari beredarnya foto-foto dan video sejumlah orang mengupas lahan untuk menemukan ’emas hitam’ dengan menggunakan cangkul. Ratusan bahkan mungkin ribuan karung kemudian terlihat sudah berjejer rapi di jalan keluar kawasan hutan tersebut.
Jelas, aktivitas tersebut bukanlah untuk membuka objek wisata, melainkan penambangan batu bara yang selama ini ditentang keras oleh mayoritas masyarakat Bumi Murakata.
Catatan bakabar.com, lahan yang dikeruk sedianya pernah digarap oleh Koperasi Unit Desa Desa (KUD) Karya Nata pada 2021 lalu.
Jika pada 2021 lalu lahan seluas 100 hektare dibuka dengan eskavator, kini digarap secara manual. Sejatinya aktivitas tambang ilegal itu sudah diendus oleh Tim Objek Vital Polda Kalsel dan PT Antang Gunung Meratus (AGM). Sebab, jaraknya pun hanya 50 meter dari konsesi PT AGM.
September 2021, tim gabungan menemukan eskavator. Alat berat ini diturunkan oleh KUD Karya untuk membuka lahan 100 hektare tadi.
Lantas Tim PAM Obvit Polda Kalsel miminta pihak KUD Karya Nata menarik alat beratnya keluar dari wilayah itu.
Pasca-didatangi tim kepolisian, KUD Karya Nata berdalih akan membuka objek wisata. Mereka tengah mencari investor untuk mendukung dan mengembangkan potensi Batu Harang.
Informasi dihimpun bakabar.com, lahan 100 hektare itu juga tak sepenuhnya dikuasi KUD Karya Nata. Hanya 25 persen di antara 99 orang pemilik tanah.
Sedianya sejak 2001 izin PKP2B KUD Karya Nata sudah kedaluwarsa. Per 2006, ada upaya pengurusan izin kuasa pertambangan. Namun bermasalah. Hingga kini, aktivitas KUD Karya Nata pun stagnan.
Aktivitas baru didapati setelah tim gabungan setempat melakukan sidak pada 29 Juli 2022. Di lokasi yang pernah dibuka oleh KUD Karya Nata tanpa izin itu, didapati tumpukan karung berisi batu bara. Didapati fakta, mereka yang melakukan penambangan secara ilegal itu ialah para pemilik tanah sendiri.
"Jumlahnya kurang lebih 2000 karung berisi batu bara. Belum ada yang diangkut ke luar (dari lokasi bukaan lahan-red)," sebut Kapolsek Haruyan, Ipda Rusmiati kepada bakabar.com, Kamis siang (4/8).
Ke mana karung-karung berisi batu bara itu bakal dijual? Rusmiati mengaku belum tahu. Pun demikian siapa dalang di balik aktivitas ilegal itu.
Para terduga penambang manual ini mengatasnamakan diri sebagai masyarakat. Hanya mengaku diupah Rp10 ribu per karung.
"Kasus ini kita teruskan ke Polres HST, penyelidikannya," kata Rusmiati.
Yang jelas Rusmiati bilang pihaknya sudah secara tegas melarang. Jika masih berlanjut, barulah proses hukum berlaku.
"Kami juga tegaskan tidak ada yang boleh mengangkut atau memindahkan tumpukan karung berisi batu bara,” tutup Rusmiati.
Sumber terpercaya bakabar.com menyebut lokasi tambang ilegal itu didalangi oleh orang yang sebelumnya membuka lahan. Di lokasi pun, sempat dijaga beberapa orang agar tidak bisa masuk sembarangan.
“Sponsornya tetap yang dulu. Pembeli batunya dari seseorang di Binuang Kabupaten Tapin,” ujar warga yang meminta identitasnya dirahasiakan.
Komitmen Dipertanyakan
Dugaan Pertambangan di Pegunungan Meratus HST, Polda Kalsel Sita Unit Eksavator
Direktur Walhi Kalsel, Kisworo Dwi Cahyono mempertanyakan komitmen pemerintah daerah dan penegak hukum. Menurut dia, hal itu akan terus terulang jika penegakan hukum pasif.
Di 2021 lalu contohnya. Komitmen kasus PETI di Batu Harang itu sudah dibawa ke rapat DPRD HST.
Nyatanya, hingga kini tidak ada tindak lanjut dari kepolisan HST. Tidak jelas statusnya dan tampak tidak ada keseriusan.
"Sudah jelas ini ilegal, melanggar Undang-Undang. Bukti ada, pelaku ada. Polisi sebagai penegak hukum harus serius. Cukong, penadah dan aparat yang terlibat juga harus ditindak. Jangan hanya masyarakat," kata Kisworo dihubungi bakabar.com via WhatsApp, Kamis (4/8).
Seharusnya, kata Kisworo, 77 tahun Indonesia merdeka menjadi momen bagi Polri melakukan penegakan hukum tanpa pandang bulu.
Di sisi lain, Pemkab HST juga harus berkomitmen terhadap masyarakatnya. Misalnya menyediakan lapangan pekerjaan alternatif.
"Maksimalkan mata pencarian yang jangka panjang dan ramah lingkungan," tutup Kisworo.
Mantan Wakil Bupati HST Berry Nahdian melihat ada sejumlah faktor mengapa praktik tambang manual merambah pegunungan Meratus.
“Pertama tentu ada pihak-pihak yang memfasilitasi antara pembeli dan pemilik lahan bahkan mungkin keterlibatan tokoh-tokoh formal maupun informal,” ujar pegiat lingkungan satu ini.
Kedua, Berry sepakat dengan Kisworo. Kurangnya ketegasan dari pemerintah maupun aparat. Sehingga aktivitas tambang ilegal tersebut bisa terulang.
“Ketiga, tentunya kurangnya pemahaman hukum dari warga yang melakukan penambangan tersebut,” ujar Deklarator Forum Peduli Banua ini.
Respons Pemkab HST
Fakta Bukaan Lahan di Batu Harang HST: Indikasi Penambangan Batu Bara Menguat
Bagaimana Pemkab meresponsnya? Melalui Dinas Lingkungan Hidup dan Perhubungan (DLHP), mereka tengah melakukan koordinasi untuk tindak lanjut. Pihaknya juga sudah melepas surat Sekda HST.
"Ke Polres HST sudah untuk penindakan secara hukum dan minta mediasi ke pihak terkait di tingkat provinsi," kata Kabid Tata Lingkungan DLHP HST, Irfan Sunarko secara terpisah Kamis (4/8).
Adanya aktivitas penambangan ilegal di Batu Harang, kata Irfan merupakan pelanggaran hukum. "Jadi kami lagi mencari rencana tindak lanjut terbaik," pungkas Irfan.