bakabar.com, BANJARMASIN – Baru tadi merealisasikan mobil dinas, DPRD Banjarmasin kini minta dibangunkan fasilitas gedung anyar.
Berarsitektur Banjar modern dengan tipe Gajah Menyusu, gedung baru DPRD Banjarmasin ini bakal menyedot anggaran hingga puluhan miliar rupiah.
Gedung berlantai tiga tersebut bakal dibangun tepat di area parkir belakang gedung DPRD saat ini, Jalan Lambung Mangkurat, Kota Banjarmasin.
Tak hanya gedung utama, bangunan baru itu juga bakal dilengkapi basement sebagai areal parkir, ruang komisi, ruang kerja 41 anggota ditambah empat pimpinan dewan, perpustakan dan arsip, gedung serbaguna, hingga ruang khusus wartawan.
Megaproyek ini bakal terbangun dalam dua tahun anggaran atau menggunakan skema pembiayaan tahun jamak APBD tahun 2022 dan 2023.
Sesuai estimasi konsultan perencana, biaya untuk memermak gedung DPRD Banjarmasin itu mencapai Rp35 miliar. plus Rp5 miliar untuk perabotan, dan interiornya.
Lebih rinci, Rp20 miliar akan menggunakan APBD Banjarmasin 2022, sisanya diupayakan dalam APBD Perubahan 2022 atau APBD murni 2023.
Saat ini, Dinas PUPR Banjarmasin telah melelang proyek manajemen konstruksi pembangunan gedung DPRD Kota Banjarmasin dengan pagu anggaran Rp1,3 miliar.
Lantas apa urgensinya? Aspek kenyamanan jadi alasan utama bagi Wakil Ketua DPRD Banjarmasin, Matnor Ali.
Gedung yang ada saat ini sudah berusia puluhan tahun. Kerap banjir, apabila musim hujan dan air pasang.
“Memang urgen, karena banyu[air] pasang calap [tenggelam], hujan calap, sering kebanjiran,” katanya dihubungi bakabar.com, akhir pekan kemarin.
Terlepas itu, Matnor melihat keuangan daerah sudah mumpuni. Data Komisi I pendapatan asli daerah murni Banjarmasin saat ini berada di angka Rp320 miliar. Artinya, tidak masalah.
Matnor membandingkan kantor DPRD Banjarmasin dengan daerah tetangga. Misalnya, Kota Banjarbaru dan Kabupaten Banjar. Sudah mengadopsi rumah panggung.
“Sangat jauh bagusnya dengan kantor kita saat ini. Kapan lagi kita bangun gedung kaya punya orang,” ujarnya.
Bagaimana dengan mobil dinas baru? Matnor berkata urgensinya sama saja. Fasilitas itu juga dibutuhkan. Dan Pemkot berkewajiban menyediakannya.
Bermula pada Agustus 2020, usulan mencuat dalam sebuah rapat antara tim anggaran pemerintah daerah (TAPD) dengan Badan Anggaran DPRD Banjarmasin.
Para pimpinan DPRD Banjarmasin menuntut kesetaraan. Pertimbangannya, posisi ketua dewan sejajar dengan wali kota. Terlebih setiap ganti kepala daerah, ganti pula mobil dinasnya.
Ketua DPRD Harry Wijaya kemudian mengusulkan Toyota Camry diganti saja guna kelancaran operasional dewan.
Sekadar diketahui Camry senilai Rp650 juta itu hasil pengadaan 2015 silam. Kapasitas silindernya mencapai 2.500 cc.
Sementara Permendagri Nomor 7 Tahun 2006 mengatur kapasitas mesin tak boleh melampaui 2.000 cc.
Seiring menguatnya rencana penggantian, para pimpinan DPRD Banjarmasin kompak mengembalikan aset tersebut ke Pemkot Banjarmasin.
1 Januari 2021, empat Camry tampak terparkir rapi di balai kota Banjarmasin. Sementara para pimpinan DPRD Banjarmasin hanya menggunakan mobil pribadi. Yang disematkan pelat merah.
Bukannya tak prihatin, Matnor bilang pengadaan itu mau tak mau harus dilakukan. Karena sudah dianggarkan.
Bila tak direalisasikan, kuatirnya juga jadi temuan Badan Pemeriksa Keuangan.
Peremajaan mobil, dipandang Matnor juga perlu segera dilakukan. Agar harga jual aset daerah saat dilelang bisa lebih tinggi.
Lantas, apa pengganti Camry-Camry tersebut? Maret 2022, empat minibus anyar bermerek Honda CRV mulai nangkring di halaman DPRD Banjarmasin.
Pelat merah yang tadinya tersemat di mobil-mobil pribadi para pimpinan DPRD praktis beralih ke mobil senilai Rp425 juta tersebut.
Tanpa seremoni penyerahan, Honda CRV berkelir hitam resmi menjadi tunggangan baru para pimpinan DPRD Banjarmasin yang terdiri dari Harry Wijaya, Matnor Ali, Tugiatno, dan M Yamin.
Spesifikasi mobil dinas disebut sudah sesuai Permendagri Nomor 7/2006. Yakni, 2.000 cc untuk ketua DPRD Banjarmasin, dan 2.000 cc bagi wakil ketua.
Toyota Camry yang lama dikembalikan ke Pemkot Banjarmasin. Kabarnya, akan digunakan untuk para staf ahli dan asisten wali kota.
Matnor berkata pengadaan mobil dinas baru bukan satu-satunya opsi. Andai tak bisa menyediakan mobil dinas, maka pemerintah harus menggantinya dengan uang transportasi. Itu sesuai Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 18/2017.
“Logikanya, kalau kami mau untung, dengan kami kumpulkan uang transportasi selama 3 tahun, maka kami bisa beli mobil pribadi,” katanya.
“Jadi pilih saja, mau menyediakan mobil dinas atau memberi uang transportasi?” sambungnya.
Ketimbang Camry, menurut Matnor, CRV yang ada saat ini juga jauh dari kesan mewah.
“CRV itu mobil keluarga, sebenarnya bukan mobil dinas, cuma Undang-Undang membolehkan kita menukar [membeli] hanya sekelas CRV bukan sedan Rp500 juta,” jelasnya.
Matnor berharap peningkatan beragam fasilitas tersebut tegak lurus dengan kinerja para anggota DPRD Banjarmasin nantinya.
Lantas, sudah tepatkah pengadaan mobil dinas para legislator tersebut?
bakabar.com menyodorokan pertanyaan tersebut ke Muhammad Pazri. Menurut mantan presiden mahasiswa Universitas Lambung Mangkurat ini pengadaaan itu tak masuk akal.
"Pimpinan dewan beli mobdin, bukti tidak peka terhadap kondisi masyarakat yang tengah kesulitan di masa pandemi Covid-19," ujar direktur Borneo Law Firm ini.
CRV berkapasitas mesin 2.200 cc. Sedang Camry 2.500 cc. Sesuai Permendagri Nomor 7/2006, mobil dinas dewan tak boleh lebih 2.200 cc.
Kesalahan dalam pembelian tersebut, menurut Pazri juga harus dipertanggung jawabkan. Camry tersebut justru dibeli pada 2015 atau sembilan tahun setelah Permendagri tersebut terbit.
"Pengadaan mobil baru ini tidak etis dan dugaan tidak bermoral," sambung dokter hukum jebolan Universitas Islam Sultan Agung ini.
Jika alasannya Camry yang lebih dulu dibeli tak sesuai spesifikasi, nyatanya mobil tersebut tetap saja layak pakai.
“Membeli baru hanya membuang-buang anggaran, lebih baik dananya untuk percepatan pemulihan ekonomi pascapandemi,” ujarnya.
Pazri meminta para pimpinan DPRD Banjarmasin berkaca dengan sikap pimpinan DPRD Banten dan Sumatera Barat.
"Mereka sadar untuk menunda bahkan menolak membeli mobil dinas baru. Momentum hari ini tidak tepat, urgensinya juga tidak jelas," tuturnya.
Pazri mendesak masing-masing ketua partai para pimpinan DPRD Banjarmasin tersebut, yakni Golkar, PAN, Gerindra, dan PDI-P mengeluarkan teguran.
"Bagusnya para ketua-ketua partai itu memberikan peringatan untuk anggotanya tidak membeli kebutuhan di luar penanganan pandemi saat ini. Jangan sampai kejadian yang sama terulang, dan menyakiti hari masyarakat," jelasnya
Kritik juga datang dari partai di luar parlemen. Ketua Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Banjarmasin, Antung Riduan melihat kelakuan para pimpinan DPRD Banjarmasin sudah keterlaluan.
“Ngelunjak,” ujarnya, dihubungi terpisah.
Jika yang menjadi alasan pembangunan kantor dewan adalah karena ‘calap’, kata Riduan, mestinya para wakil rakyat ini lebih memikirkan nasib warga yang kebanjiran.
“Mestinya dewan bisa memikirkan rumah masyarakat yang kebanjiran saat air pasang atau musim hujan. Jangan yang dipikirkan malah kantor,” katanya.
Riduan mungkin masih menoleransi jika yang diminta adalah renovasi. Tapi tidak untuk pembangunan kantor baru.
“Anggaran Rp40 miliar itu sangat fantastis, akan sangat bermanfaat ketika digunakan untuk pembangunan infrastruktur masyarakat,” katanya.
Secara tersirat, Riduan memberi saran. Lebih baik anggaran jumbo tersebut dialihkan ke penanganan banjir atau revitalisasi sungai di Banjarmasin.
“Jika penanganan banjir sudah beres, silakan pikirkan pembangunan lainnya,” ucapnya.
Dimintai pendapatnya, Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lambung Mangkurat (FEB-ULM), Hidayatullah Muttaqin berharap Pemkot Banjarmasin bisa lebih bijak menggunakan anggaran.
Menurutnya, pembangunan infrastruktur saat ini bukan prioritas. Lebih baik anggaran dialihkan ke upaya pemulihan ekonomi. Seperti membuka lebih banyak lapangan kerja.
"Selama pandemi Covid-19, tingkat kemiskinan di Banjarmasin melonjak naik," ujarnya.
Dimintai pendapatnya, Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lambung Mangkurat (FEB-ULM), Hidayatullah Muttaqin berharap Pemkot Banjarmasin bisa lebih bijak menggunakan anggaran.
Menurutnya, pembangunan infrastruktur saat ini bukan prioritas. Lebih baik anggaran dialihkan ke upaya pemulihan ekonomi. Seperti membuka lebih banyak lapangan kerja.
"Selama pandemi Covid-19, tingkat kemiskinan di Banjarmasin melonjak naik dan perbaikan daya beli masih rendah," ujarnya.