bakabar.com, BANJARMASIN – Kuasa Hukum Bendahara Umum PBNU Mardani H Maming, Irfan Idham membantah kliennya dituding dua kali mangkir dalam sidang perkara dugaan gratifikasi atau suap izin usaha pertambangan (IUP) batubara di Pengadilan Negeri (PN) Tipikor Banjarmasin.
Irfan menegaskan, kliennya selalu melayangkan pemberitahuan secara resmi kepada Majelis Hakim ketika tidak bisa menghadiri sidang kasus dugaan suap izin tambang di Kabupaten Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan (Kalsel).
"Pak Mardani tidak mangkir dalam persidangan, karena setiap persidangan Pak Mardani melakukan pemberitahuan secara resmi bahwa berhalangan hadir dikarenakan ada kegiatan yang waktunya bersamaan dan tidak bisa ditinggalkan,” ujar Irfan dalam keterangan tertulis kepada wartawan, Minggu (17/4).
Irfan mengatakan, ketidakhadiran kliennya dalam dua persidangan sebelumnya bukannya tanpa alasan. Dalam sidang pertama pada Senin (4/4) lalu, kliennya berhalangan hadir karena masih dalam proses pemulihan pasca operasi ginjal.
Sementara pada persidangan Senin (11/4) kemarin, kliennya tidak bisa hadir sebagai saksi lantaran harus menghadiri audiensi Pengurus Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) dengan Presiden Jokowi di Istana Negara, Jakarta.
Di sisi lain, ia juga mengklaim kliennya tidak memiliki keterkaitan dengan dugaan korupsi izin tambang di Kalsel tersebut. Sebab pokok perkaranya merupakan gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang berasal dari laporan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).
Oleh sebab itu, dirinya mengaku keberatan atas sejumlah pemberitaan yang mengaitkan kasus tersebut dengan kliennya. Padahal kasus tersebut murni diduga merupakan perbuatan Raden Dwijono selaku eks Kepala Dinas ESDM Tanah Bumbu.
“Menurut kami ini murni perbuatan Pak Dwi. Jadi kami tidak setuju juga kalau misalnya atas kasus tersebut ada pemberitaan-pemberitaan yang beredar bahwa ini ada kaitannya dengan Pak Mardani,” ucapnya.
Apalagi menurutnya, peralihan IUP sudah melalui mekanisme serta prosedur yang berlaku, karena sudah keluar sertifikatnya. Karenanya, ia menilai, secara prosedur tidak ada masalah dalam peralihan IUP itu.
Menurutnya, Mardani selaku Bupati aktif saat itu, pasti bakal memproses setiap permohonan yang ada, dengan catatan sudah sesuai dengan ketentuan. Makanya Irfan menilai, izin tidak mungkin bisa ditandatangani Bupati kalau tidak berdasarkan pemeriksaan bawahannya.
“Jadi, permohonan masuk itu pasti diproses oleh kepala dinas yang sudah melewati pemeriksaan berjenjang. Tidak mungkin izin itu sampai ke kementerian keluar seritifikat CMC kalau tidak lengkap secara prosedur. Berarti secara prosedur tidak ada masalah,” tutur Irfan.
Di sisi lain, ia juga menyoroti langkah tim kuasa hukum Raden Dwidjono yang melaporkan kasus tersebut ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Irfan menyayangkan laporan itu dikirimkan ketika proses hukum di pengadilan masih berjalan hingga saat ini.
Padahal menurutnya, Mardani selama ini selalu menghormati seluruh proses hukum yang berlangsung.
“Kenapa tiba-tiba pihak terdakwa dalam hal ini pengacara terdakwa langsung bergerak seakan-akan sudah ada putusan, sementara hal itu belum ada putusan yang berkaitan dengan itu,” tuturnya.
Sebelumnya, Bendahara Umum PBNU itu dikabarkan telah mangkir dalam dua kali persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Tipikor Banjarmasin. Mardani mangkir dalam pemeriksaan sebagai saksi di sidang perkara dugaan gratifikasi atau suap izin usaha pertambangan (IUP) batubara.
Sebagai informasi, kasus ini terkait korporasi batu bara di Kabupaten Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan, yang berencana memperoleh Izin Usaha Pertambangan (IUP) 2010. Pemanggilan Mardani sebagai saksi kali ini dalam kapasitas mantan Bupati Tanah Bumbu.
Raden Dwijono dan Putrohadi Sutopo Bin Meojono sudah berstatus terdakwa dalam kasus ini.
Tim Pengacara Hacker Amuntai Makin Yakin Kliennya Tak Bersalah