bakabar.com, BANJARMASIN – Jaksa memastikan Harry Purwanto (40) pemutilasi perempuan di Belitung Darat (Belda), Banjarmasin bukanlah orang dengan gangguan jiwa (ODGJ). Hanya, Harry dikenal memiliki kebiasaan tak lazim: sering menonton video sadis di internet.
Jaksa pun melihat Harry memiliki kecenderungan perilaku psikopatik. Lantas tepatkah perkiraan demikian?
Dimintai pendapatnya, Ketua Ikatan Psikolog Klinis (IPK) Kalimantan Selatan, Melinda Bahri sepakat bila tontonan adegan kekerasan berpotensi memengaruhi perilaku.
“Dampaknya cukup besar,” ujarnya, Senin pagi (11/10).
Terlebih, jika kebiasaan tersebut dilakukan sudah mulai dari usia anak dengan intensitas yang cukup sering.
Dampaknya muncul kecenderungan perilaku agresif, kurang empati hingga mudah melakukan kekerasan tanpa pertimbangan.
Lantas, bagaimana pencegahannya? Terlebih dahulu kenalilah perilaku psikopatik. Pelajari pola asuh pelaku di lingkungan keluarga khususnya orang tua.
Apakah pernah diabaikan atau bahkan ditelantarkan keluarga; pernah mendapat hukuman atau kekerasan fisik atau psikis secara berlebihan hingga menimbulkan trauma; menjadi korban bullying atau perundungan; dan pergaulan lingkungan sosial.
“Berteman dengan kelompok yang juga suka melakukan kekerasan turut memengaruhi,” ujarnya.
Perilaku psikopatik berpotensi membentuk konsep diri seseorang yang rendah, tidak berharga, kontrol emosi rendah, kurang memiliki empati, dan rendah akan pemahaman norma-norma sosial.
Seseorang justru akan cenderung mudah meluapkan emosi, terlibat dalam perilaku kekerasan, atau tidak memiliki rasa bersalah ketika menyakiti orang lain.
Edukasi dari orang terdekat terutama orang tua pun memegang peranan penting menciptakan hubungan keluarga ataupun pertemanan yang sehat.
Sebagai informasi, di lingkungan tempat tinggalnya, Harry dikenal sebagai pribadi tertutup. Sering ketika didapati sedang asyik menonton TV seorang diri di pos siskamling, ia pergi menjauh.
Pun, jika warga menegurnya: ia acuh. Harry sejak kecil tinggal di Belitung Selatan. Setelah lulus SMP, Harry kecil yang kerap dikekang keluarganya, pindah ke Jakarta.
Sekembalinya ke Banjarmasin, wakar yang meninggali rumahnya kerap mencium aroma miras saat Harry pulang.
Ia juga sempat tersandung kasus narkotika. Dipenjara lima tahun, anak dan istrinya kemudian meninggalkan Harry.
Perilaku tertutupnya semakin menjadi ketika ibunda, sosok yang kerap memanja Harry sejak kecil meninggal dunia.
Sejak itu, Harry makin kerap minum-minuman keras. Sebelum memutilasi Rahma, ia juga mengaku mengonsumsi sabu.
Lantas, sejauh mana miras, dan narkotika memengaruhi sikap beringas Harry?
Perilaku psikopatik, kata Melinda, tak muncul begitu saja. Berkelindan erat dengan riwayat masa lalu.
Miras dan narkotika hanya pencetus atau keadaan situasional yang menyebabkan perilaku kekerasan.
“Selebihnya pola asuh, lingkungan sosial, dan lain sebagainya tadi,” jelasnya.
Berkaca dari kasus mutilasi di Jombang, misalnya, pelaku tercatat memiliki riwayat konflik dengan orang tua. Termasuk pernah menjadi korban bullying.
“Kebiasaan kerap memendam amarah kemudian menjadi tidak terampil dalam mengekspresikan emosi hingga berwujud perilaku kekerasan,” ujarnya.
Lantas, apakah bisa Harry dikatakan sebagai seorang psikopat?
Melinda menyarankan untuk mendalami lagi riwayat Harry.
“Apakah pernah melakukan kekerasan sebelumnya,” ujarnya.
Jika tidak, Harry, kata Melinda tidak bisa begitu saja dikatakan sebagai psikopat.
Pemeriksaan kejiwaan juga harus dilakukan secara intens melibatkan psikiater hingga psikolog klinis.
Tidak dalam satu hari saja, melainkan berhari-hari. “Diagnosa psikopatik secara berulang,” ujarnya.
Soal ODGJ, Melinda tak menyangsikan hasil pemeriksaan kejiwaan medis yang menyebut Harry tak memiliki indikasi gangguan jiwa.
Sebab, perilaku agresif tak melulu muncul dari ODGJ melainkan lebih karena respons emosi terhadap lingkungan sekitar.
Seseorang, kata Melinda, bisa dikatakan memiliki perilaku psikopatik jika melakukannya secara berulang.
“Jika hanya baru satu kali mungkin ini hanya perilaku kekerasan, bisa karena keadaan psikologis sedang tidak stabil (narkoba dan baru kehilangan ibu) apalagi saat mengonsumsi miras, proses berpikir tidak logis,” pungkas psikolog RS Ansari Saleh ini.
TERKUAK! Identitas Korban Mutilasi di Belitung Darat, Sempat Pamit Beli Susu Anak
Sebelumnya, kasus pembunuhan terjadi di rumah kosong, Gang Keluarga, Jalan Belitung Laut, Belitung Selatan, Banjarmasin Barat, Rabu 2 Juni 2021.
Korban Rahma (33) ditemukan tewas dalam kondisi kepala terpisah dengan tubuhnya.
Polisi bergerak cepat meringkus pelaku di Kabupaten Tanah Laut pada hari yang sama setelah menemukan sebuah kartu identitas Harry yang tertinggal di rumah tersebut.
Kepada polisi, Harry mengaku tega menghabisi Rahma karena kesal terus-terusan ditagih tip uang kencan.
“Saya sudah bayar Rp 300 ribu untuk sekali kencan. Tapi dia terus meminta uang tambahan,” ujar Harry.
Merasa tak memiliki uang, akhirnya Harry membawa Rahma ke sebuah rumah kosong. Kepada Rahma, Harry bilang uang itu ada di dalam rumah.
Saat berada di dalam rumah, Harry dengan cepat menggorok leher Rahma dari belakang hingga kepalanya terputus dari jasad.
Selanjutnya untuk menghilangkan barang bukti jasad Rahma ditelanjangi dan dibakar olah Harry. Sementara kepala korban dilempar 10 meter dari badannya.
Kini Harry masih mendekam di Mapolsekta Banjarmasin Barat. Berkas perkaranya telah dilimpahkan jaksa ke Pengadilan Negeri Banjarmasin.
Harry dikenai Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana dalam dakwaan primer, dan Pasal 338 KUHP tentang pembunuhan dalam dakwaan subsider.
Jaksa Radityo Wisnu Aji menyebut Harry terancam hukuman penjara 15 sampai 20 tahun atau bisa seumur hidup dan hukuman mati.
Detik-Detik Mutilasi Ibu Muda di Belda Banjarmasin Direka Ulang: Tipu Daya Tip Kencan Berujung Maut
Detik-Detik Mutilasi Ibu Muda di Belda Banjarmasin Direka Ulang: Tipu Daya Tip Kencan Berujung Maut