bakabar.com, MARABAHAN – Berdekatan dengan Banjarmasin, ternyata ikut mempengaruhi perputaran uang di Barito Kuala (Batola).
Sama seperti Banjar, Batola berbatasan langsung dengan Banjarmasin sebagai ibu kota provinsi, terutama di kawasan Kecamatan Tabunganen, Tamban dan Alalak.
Kedekatan tersebut disinyalir ikut mempengaruhi perputaran uang di Batola, setelah ditilik menggunakan sejumlah indikator.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Batola per 2018, besaran Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) per kapita mencapai Rp26 juta per tahun.
PDRB sendiri bersumber utama dari transaksi ekonomi yang dilakukan masyarakat dalam satu daerah, baik oleh masyarakat dari daerah tersebut maupun masyarakat lain.
Dari PDRB yang dihasilkan, ternyata muncul selisih sebesar Rp16 juta per kapita. Di sisi lain, pengeluaran per kapita di Batola hanya sebesar Rp10 juta.
“Terdapat kemungkinan angka selisih itu ditabung masyarakat,” papar Kepala Bappelitbang Batola, Zulkifli Yadi Noor, dalam diskusi publik penyusunan rancangan awal Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Batola, Kamis (16/1).
“Namun setelah dilihat dari data tabungan, ternyata angka yang diperoleh tidak terlalu banyak. Diasumsikan bahwa uang tersebut dibelanjakan di luar Batola,” imbuhnya.
Memang setiap akhir pekan, warga Batola yang memiliki pendapatan lebih, memilih berbelanja sejumlah keperluan rumah tangga di Banjarmasin.
Mereka juga rela mengeluarkan uang puluhan ribu, hanya untuk membayar retribusi parkir selama berjam-jam di pusat perbelanjaan di Banjarmasin.
Fenomena itu sendiri sulit dihentikan, meski dapat sedikit dikurangi, “Di antaranya melalui gerakan berbelanja di Batola saja, terutama untuk mendukung eksistensi delapan produk unggulan,” imbuh Zulkifli.
Delapan produk unggulan yang sudah disahkan Peraturan Bupati (Perbup) tersebut adalah beras siam mutiara, jeruk siam Banjar, nanas Tamban, kuini Anjir, kerupuk pipih, sapi unggul lokal, kain sasirangan, serta anyaman purun tikus dan purun danau.
“Gerakan ini sudah dimulai sejak Hari Jadi Batola ke-60. Kalau sebelumnya kain sasirangan dibeli dari Banjarmasin, sekarang semua kain yang dipakai merupakan produk pengrajin Batola,” beber Zulkifli.
“Kedepan tidak cuma untuk event-event tertentu. Semua sekolah juga harus mulai menggunakan seragam sasirangan dari pengrajin lokal,” tambahnya.
Bahkan demi meminimalisir selisih PDRB per kapita dengan jumlah pengeluaran, sudah disiapkan surat edaran Bupati Batola sebagai stimulan kesadaran berbelanja di daerah sendiri.
“Tetapi sebelum surat edaran dikeluarkan, penyedia produk juga harus siap dengan kualitas, kuantitas dan kontinuitas,” tandas Zulkifli.
Reporter: Bastian Alkaf
Editor: Syarif