Opini

Minimnya Referensi Literasi Mengenai Anak Berkebutuhan Khusus Tunarungu

Oleh Hasni Maulida Pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus memang belum menjadi perhatian serius masyarakat dewasa ini….

Featured-Image
Pelajar SLB Tanah Bumbu. Foto-Istimewa

Oleh Hasni Maulida

Pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus memang belum menjadi perhatian serius masyarakat dewasa ini. Walaupun dari segi struktural, pemerintah daerah sudah berupaya untuk membentuk Bidang Pendidikan Khusus (Diksus) di bawah Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Kalimantan Selatan, tetapi kesadaran masyarakat akan pentingnya kemajuan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus ini masih sangat jauh dari kata menggembirakan.

Di Kabupaten Tanah Bumbu, Provinsi Kalimantan Selatan, baru ada satu sekolah luar biasa (SLB) yang untungnya berstatus negeri. Namun, status negeri tersebut juga tidak menjamin terpenuhinya fasilitas sarana dan prasarana pendukung proses belajar mengajar bagi anak berkebutuhan khusus.

Bagi guru yang latar belakang pendidikannya sesuai dengan bidang ini, tentu sudah memiliki banyak referensi mengenai cara menghadapi anak-anak luar biasa. Tetapi bagi guru yang bukan berasal dari latar belakang Pendidikan Luar Biasa (PLB) tentu akan banyak kendala dan tantangan yang dihadapi.

Untuk diketahui, pada 2018 Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan membuka penerimaan Calon Pegawai Negeri Sipil formasi guru mata pelajaran bagi sekolah luar biasa se-Kalimantan Selatan.

Guru-guru mata pelajaran yang lulus dan ditempatkan di unit kerja sekolah luar biasa ini dituntut dapat cepat beradaptasi dengan kondisi di lapangan tempat ia mengajar. Sementara belum ada pelatihan atau bimbingan khusus yang diberikan oleh pihak yang berwenang, dalam hal ini

Dinas Pendidikan, guru secara mandiri harus berupaya mencari referensi dan sumber belajar untuk mengejar ketertinggalannya dalam hal pengetahuan mengenai anak berkebutuhan khusus.

Beberapa di antaranya dengan bertanya kepada guru yang memiliki latar PLB, mencari buku-buku tentang anak berkebutuhan khusus (ABK), artikel dan jurnal pendidikan ABK, dan buku penunjang belajar lainnya.

Bagi saya yang memiliki latar belakang pendidikan bahasa Indonesia, mengajar di sekolah luar biasa merupakan sebuah tantangan.

Terlebih ketika dipercaya memegang kelas dengan ketunaan jenis B atau tunarungu yang proses penyampaian materinya harus menggunakan bahasa isyarat.

Ini memotivasi saya untuk secepat mungkin menguasai paling tidak dasar-dasar bahasa isyarat agar proses belajar mengajar di kelas saya bisa berjalan dengan optimal.

Satu dari upaya saya untuk menguasai bahasa isyarat adalah saya harus memiliki kamus bahasa isyarat, yang di sekolah dikenal dengan Kamus SIBI (Sistem Isyarat Bahasa Indonesia). Ketika saya berkesempatan ke Banjarmasin saya mengunjungi toko buku murah langganan saya dengan berharap bisa mendapatkan Kamus SIBI.

Namun hasilnya nihil. Tidak putus asa, saya mencoba mendatangi toko-toko pinggir jalan di sepanjang Pasar Sudi Mampir Banjarmasin yang mungkin saja menjual Kamus SIBI bekas layak pakai karena memang untuk mendapatkan yang baru agak sulit sebab kamus ini tidak untuk diperjualbelikan secara bebas. Tetapi hasilnya sama.

Langkah terakhir yang sebenarnya tidak mungkin tetapi tetap saya lakukan adalah mencari buku tersebut ke toko buku Gramedia. Saat menyusuri rak buku “Referensi” saya terperangah melihat puluhan kamus bahasa yang terpajang, dari Kamus Bahasa Indonesia, Kamus Bahasa Inggris, Kamus Bahasa Jerman, dan yang paling banyak adalah Kamus Bahasa Korea. Seperti yang sudah saya duga dan sangat menyedihkan tidak ada jejak Kamus SIBI di sana.

Kembali ke isu awal, bahwa dari pengalaman itu saya menyadari bahwa referensi bahan belajar untuk pendidikan anak berkebutuhan khusus cukup minim. Ini juga terbukti ketika kita mencari artikel pembelajaran mengenai pendidikan tunarungu di google hasilnya tidak seperti yang kita harapkan.

Seperti halnya Kamus SIBI yang tidak diperjualbelikan secara massal padahal kedudukannya tidak berbeda dengan kamus-kamus bahasa lainnya, kepedulian masyarakat terhadap pendidikan anak-anak berkebutuhan khusus ini juga patut dipertanyakan. Bukankah mereka juga generasi bangsa yang hak-hak belajarnya juga dijamin oleh negara. Saatnya kita sadar, saatnya kita melek literasi untuk anak-anak luar biasa.

img

Hasni Maulida S.Pd

Penulis merupakan Guru SLB Negeri Tanah Bumbu.



Komentar
Banner
Banner