Nasional

Teror Penolak Revisi UU, dan Seruan Gerakan Penguatan KPK dari Kalsel

apahabar.com, BANJARMASIN – Teror datang ke mereka yang lantang menentang revisi Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)….

Featured-Image
Pegawai KPK menggelar aksi unjuk rasa menolak revisi UU KPK di kantor KPK, Jakarta, Jumat (6/9/2019). Foto-Tirto.id/Andrey Gromico

bakabar.com, BANJARMASIN - Teror datang ke mereka yang lantang menentang revisi Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Sejumlah dosen atau akademisi yang tergabung dalam gerakan masyarakat sipil mendapat panggilan telepon berulang oleh nomor-nomor tak dikenal.

Juga kerap mendapat panggilan nomor asing mancanegara, hingga serangan di grup percakapan whatsApp yang diisi ratusan akademisi lintas perguruan tinggi se-Indonesia itu.

Pakar Hukum Tata Negara Denny Indarayana menilai teror serupa bukan hal baru bagi para pejuang antikorupsi selama ini.

"Jadi ini bukan penyerangan by accident, tapi by design atau sudah direncanakan. Semua menunjukkan adanya perencanaan untuk menyerang dan merubuhkan KPK," kata eks wakil menteri hukum dan HAM sekaligus penulis buku ‘Jangan Bunuh KPK’ ini.

img

Pakar Hukum Tata Negara Denny Indarayana. Foto-bakabar.com/Musnita Sari

Denny kepada bakabar.com, usai memberikan kuliah umum di FISIP Universitas Lambung Mangkurat (ULM), Banjarmasin, Sabtu sore, berharap serangan terencana dan sistematis ini bukan halangan untuk menegakan hukum tindak pidana korupsi.

Di Kalsel memang belum ada forum khusus yang mendorong dan membahas isu revisi UU KPK. Namun petisi penandatanganan dukungan telah diberikan. Atas inisiatif sejumlah pihak yang melibatkan para akademisi, tokoh masyarakat dan media.

Beberapa waktu lalu ada diskusi yang diiniasi oleh Stranas KPK. Temanya lebih membahas tentang korupsi di bidang pengadaan barang dan jasa, sistem merit dan transparasi penegakan hukum.

Dosen Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin, Daddy menilai fokus diskusi itu akhirnya mengarah ke penguatan KPK. “Gerakan seperti ini yang harus kita dukung,” jelas dia.

Teror yang didapat sejumlah akademisi untungnya tidak meluas hingga ke Banjarmasin. Intimidasi semacam itu terjadi tidak hanya pada perorangan, tetapi juga dalam bentuk korporasi-korporasi besar.

Revisi UU KPK yang diusulkan DPR memang menjadi polemik tersendiri. Sebagai akademisi, Daddy sepakat pada pihak-pihak yang pro terhadap KPK.

Perlu ada gerakan menyeluruh untuk menyelamatkan eksistensi kelembagaan KPK di setiap daerah termasuk di Kalsel.

"Saya juga menyerukan secara pribadi pada mahasiswa, aktivis kampus dan dosen. Tidak hanya di ULM, tetapi universitas lainnya juga," ujar dia.

Hal itu dilakukannya agar lebih banyak pihak yang bergabung untuk mendukung dan menyelamatkan KPK.

Seruan ini ditujukan kepada pemerintah, khususnya Presiden. Sehingga, kata dia, ada pemahaman bahwa persoalan ini adalah hal yang penting dan bukan sekadar konteks politik semata.

"Presiden harus memahami itu, kalau tidak, persepsi saya sendiri mending bubarkan saja KPK. Kalau masyarakat masih percaya, tapi tetap ngotot dengan revisi undang-undang KPK sendiri," tegasnya.

Dalam kacamatanya sebagai pakar pidana, eksistensi KPK muncul dari keprihatinan masyarakat terhadap tindak pidana korupsi di Indonesia.

"Tapi dengan kondisi yang seperti ini saya berharap Presiden cukup memperhatikan. Bagaimana sejarah munculnya KPK dari awal sejak zaman pemerintahan sebelumnya. Harusnya melihat ke situ sebelum menuju ke depan," ungkapnya.

Teror telepon asing yang didapat oleh sejumlah akademisi merupakan sebuah ancaman serius.

Setiap orang yang ingin mengemukakan kebebasan pendapat dalam memperjuangkan keadilan, harusnya dilindungi oleh hukum yang berlaku.

"Polisi atau penegak hukum harusnya berkewajiban untuk melindungi warga negara dari kejadian-kejadian yang seperti itu. Kalau kemudian itu dibiarkan akan menjadi bumerang lagi dari terhadap penegakan hukum kita," tutur dia.

KOMNAS HAM SIAP TURUN TANGAN

img

Wakil Ketua Komnas HAM RI, Hairansyah. Foto-bakabar.com/Musnita Sari

Di kesempatan yang sama, kepada bakabar.com Wakil Ketua Komnas HAM RI, Hairansyah turut menyampaikan keprihatinannya.

Meski belum menerima laporan secara resmi, namun dirinya telah mendengar intimidasi berupa teror melalui panggilan telepon itu.

"Penekanan kita kan setiap orang yang memperjuangkan haknya harus dilindungi oleh negara. Dalam hal ini adalah yang dikategorikan sebagai Human Rights Defenders yaitu para pembela HAM," sebutnya.

Kata dia, pegiat antikorupsi termasuk dalam bagian pembelaan HAM karena menyangkut atas hak kesejahteraan masyarakat melalui anggaran dan dana negara. Karenanya, pihaknya siap menindaklanjuti kejadian ini secara serius.

"Tentu kalau ada laporannya. Kemudian dari laporan pemantauan situasinya semakin memburuk, fungsi kita di situ akan muncul," tegasnya.

Baca Juga: Beda Sikap GMNI Banjarmasin Soal Revisi UU KPK

Baca Juga: Ingat!!! KPK Lihat Potensi Korupsi di Kalsel

Reporter: Musnita SariEditor: Fariz Fadhillah



Komentar
Banner
Banner