Pemkab Tanah Bumbu

Kenapa Harus Menolak Pernikahan Usia Dini? Ini Penjelasan Kepala DKBP3A Tanbu

apahabar.com, BATULICIN – Isu pernikahan anak usia dini terus menjadi sorotan. Pemerintah Kabupaten Tanah Bumbu (Tanbu)…

Featured-Image

bakabar.com, BATULICIN – Isu pernikahan anak usia dini terus menjadi sorotan. Pemerintah Kabupaten Tanah Bumbu (Tanbu) juga aktif melakukan sosialisasi untuk meminimalkan praktik pernikahan usia dini di Bumi Bersujud.

Kepala Dinas Keluarga Berencana Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DKBP3A) Kabupaten Tanbu, Hj Narni, menjelaskan ada beberapa dampak negatif jika masyarakat melakukan pernikahan usia dini.

“Anak yang lahir dari pasangan yang menikah saat usianya terlalu muda berpotensi stunting,” ujar Hj Narni, kepada Wartawan Apahabar.com, Kamis (28/2/2019).

Baca Juga:Perbaikan Jembatan Batulicin Bersifat Sementara

Hj Narni menjelaskan, makin muda seorang perempuan menikah, maka semakin tinggi risiko anaknya menderita stunting. Penyebabnya karena organ-organ yang dimiliki si wanita belum siap untuk melahirkan anak.

Stunting adalah kondisi di mana anak mengalami gangguan pertumbuhan, sehingga menyebabkan ia lebih pendek ketimbang teman-teman seusianya.

Biasanya stunting terjadi mulai dari dalam kandungan, tapi baru terlihat saat umur anak berusia dua tahun. Stunting merupakan kejadian yang tak bisa dikembalikan seperti semula jika sudah terjadi.

Di samping itu, kata Hj Narni, pernikahan anak usia dini juga bisa menyebabkan angka kematian ibu melahirkan tinggi. Alasannya, juga karena belum matangnya alat reproduksi.

Mengutip data BKKBN Kalsel l, perkawinan usia 10-14 tahun di Kalsel mencapai 9,2 % dari jumlah perkawinan. Kemudian, perkawinan yang dilakukan pada usia 15-19 tahun menyumbang 46 % dari jumlah perkawinan. Sementara di Tanbu, angka pernikahan anak usia dini memang tidak tinggi.

“Tapi, kami tetap mengupayakan agar tidak ada pernikahan usia dini di Tanbu. Itu juga untuk mendukung program pemerintah pusat,” kata Hj Narni.

Lalu, di usia berapa seorang pria dan wanita dianjurkan untuk menikah?

Hj Narni menyebut, usia ideal bagi masyarakat di Indonesia adalah 25 tahun bagi laki-laki dan 21 untuk perempuan.

Sejauh ini, DKBP3A Kabupaten Tanbu terus menyosialisasikan pesan pencegahan pernikahan anak usia dini melalui sejumlah lembaga dan organisasi.

Sosialisasi itu juga sudah dilakukan lewat Forum Anak Daerah, penyuluh agama, termasuk melalui pengajian, arisan, dan pertemuan-pertemuan yang melibatkan masyarakat.

Hj Narni menilai, pola pikir masyarakat terkait pernikahan usia dini selama ini sulit diubah. Sebab, sebagian masyarakat khawatir jika anak perempuannya lambat menikah, tidak ada laki-laki yang mau melamarnya.

Hal itu menyebabkan sebagian masyarakat menikahkan anaknya lebih cepat. Bahkan, dalam beberapa kasus, hal itu terjadi saat anak belum menyelesaikan sekolahnya.

Padahal, hal tersebut hanya akan memicu angka putus sekolah. Itu juga dapat menyebabkan tingginya tingkat kemiskinan akibat keterbatasan pengetahuan dan keterampilan.

“Sebagian masyarakat takut anaknya ‘tidak laku’ kalau anak perempuannya lambat menikah. Jadi, menikahkan anak saat usianya belum mencukupi menjadi pilihan,” tandasnya.

Baca Juga:Warga Minta Segera Perbaiki Traffic Light Rusak

Reporter: Puja Mandela
Editor: Aprianoor



Komentar
Banner
Banner