bakabar.com, JAKARTA – Tak tanggung-tanggung. Sebanyak lima petugas kebersihan Jakarta Intercultural School (JIS) digugat ganti rugi sebesar Rp1,7 triliun.
Gugatan tersebut dilayangkan oleh seorang ibu berinisial MAK di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan atas kasus dugaan kekerasan seksual di JIS pada beberapa tahun lalu.
“Gugatan diajukan oleh seorang ibu dari salah satu orang tua siswa dugaan korban berinisial MAK. Tuntutan ganti rugi juga dialamatkan kepada dua guru yang menjadi terdakwa dalam kasus ini, JIS, serta Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud),” kata Richard Riwoe, kuasa hukum para petugas kebersihan melalui keterangan resminya di Jakarta, Senin (11/2).
Richard menyebutkan, hal itu terungkap dalam sidang pembacaan gugatan, dalam sidang di PN Jaksel yang dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim, Lenny Wati Mulasimadhi, Senin.
Richard mempertanyakan motif dari pihak penggugat sebenarnya. Karena bagi pihaknya, sejak kasus pidana ini diangkat sekian tahun lamanya, ada satu hal yang konsisten, yaitu tuntutan materi.
“Dulu tidak berhasil lewat kasus pidana, sekarang dituntut kembali lewat perdata. Masalah ini jangan dianggap sudah selesai, karena para petugas kebersihan dan guru sudah ditahan. Kasus pidananya masih tetap bisa dibuka dan kami punya bukti-bukti kuat yang dapat membuktikan kebenaran yang ada. Kami akan buka pada saat yang tepat,” ujar Richard.
Data menunjukkan, ibu berinisial MAK itu pernah juga mengajukan gugatan senilai 125 juta Dolar AS atau setara dengan Rp1,6 triliun kepada JIS pada 2014. Namun tuntutan tersebut tidak dikabulkan.
Agun, salah satu petugas kebersihan yang menjadi tergugat mengaku tidak habis pikir terhadap dasar ibu MAK dalam mengajukan tuntutannya.
Menurut Agun, saat ini ia dan teman-temannya sesama petugas kebersihan yang dipenjara, termasuk Azwar yang tewas di dalam tahanan, sudah menjadi korban dari tuntutan ibu MAK. Karena Agun dan teman-temannya merasa tidak melakukan kekerasan seksual seperti yang dituduhkan.
Mereka pun, lanjut Agun, selain sudah menjalankan putusan pengadilan, juga dikenakan denda yang merupakan kerugian bagi pihak korban. “Kerugian yang dituntut oleh penggugat dalam perkara perdata ini sebenarnya sudah kami tebus dengan cara menjalani hukuman penjara sebagai denda dari kerugian yang katanya dialami oleh korban.
Akan tetapi sekarang pihak korban nuntut lagi kerugian, mohon Majelis Hakim yang menanganani perkara ini, tuntutan Rp1,7 triliun ini maksudnya apa?” Agun menanyakan usai persidangan.
Agun pada kasus itu divonis delapan tahun penjara dan sudah menjalani separuh hukuman dan karena dia berkelakuan baik, sekarang bebas bersyarat. Sedangkan lainnya, satu meninggal di dalam penjara dan lainnya masih didalam jeruji.
Agun mengetahui bahwa ibu yang menuntutnya saat ini tidak di Indonesia, melainkan tinggal di luar negeri.
“Untuk makan dan sekolah anak saja (saya) mati-matian. Waktu saya dipenjara, istri sedang hamil. Sejak anak saya lahir sampai bertahun-tahun, dia enggak sama ayahnya. Eh sekarang orang berkecukupan seperti mereka yang tinggal di luar negeri menuntut kami lagi. Seperti enggak cukup bikin kami sekeluarga terpuruk,” tutur Agun yang mengaku sedih dengan kasus itu.
Agun berusaha hidup baik hingga menyampaikan kepada keluarganya untuk membayar tuntutan itu dengan menjual ginjalnya. Sementara itu, pihak JIS tidak ingin berkomentar banyak terkait tuntutan yang kembali dilayangkan oleh ibu MAK.
“Kami belum bisa berkomentar banyak. Kami ikuti dulu proses hukum yang berjalan. Yang jelas, kami yakin bahwa gugatan ini tidak benar (incorrect) secara hukum,” tegas kuasa hukum JIS, Bontor Tobing.
Editor: Ahmad Zainal Muttaqin