bakabar.com, JAKARTA - Naskah akademik RUU Omnibus Law Kesehatan disebut-sebut ngawur. Penyusunannya ceroboh. Tak jelas!
Penilaian itu datang dari Ketua Yayasan Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Muhammad Isnur. Ia menyebut naskahnya tak punya landasan kuat
"Tidak legitimasi dan tidak punya kekuatan yang layak untuk kita gunakan sebagai naskah akademik," katanya, Selasa (13/6).
Baca Juga: Koalisi Masyarakat Sipil Desak Pembahasan RUU Kesehatan Dihentikan
Kata Isnur, metode penelitian naskah itu mengutip beberapa ahli yang bukunya sudah tak relevan lagi diterapkan saat ini. Bahkan tanpa ada rujukan pasti dalam penyusunannya.
Lebih mengherankan, tak jelas siapa si pembuat naskah. Untuk sebuah undang-undang, ini sembrono.
"Ada sepuluh lebih undang-undang yang dievaluasi. Tapi sepertinya mengarang tidak ada rujukannya referensinya siapa dan perisetnya siapa," ucapnya.
Baca Juga: RUU Kesehatan Jadi Ancaman bagi Nakes dan Kualitas Layanan Kesehatan
Bagi Isur, publik perlu tau kapasitas si pembuat naskah. Karena ini menyangkut kepentingan orang banyak. Jadi tak boleh sembarangan.
"Kita pun sama sekali tidak tahu siapa yang menyusun ini. Lalu siapa yang bertanggung jawab atas naskah akademik ini?," herannya.
Ia naskah akademik RUU Omnibus Law disusun di ruang gelap. Tak ada uji verifikasi dalam konteks akademik.
"Kalau dibilang, ya bodong naskah akademiknya," pungkasnya.